PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kelompok Perempuan Peduli Gambut Kampung Sungai Kayu Ara berhasil membudidayakan bawang brebes di lahan gambut. Kampung yang berada di wilayah Kecamatan Sungai Apit, Siak, Riau ini merupakan salah satu binaan dari program Konsorsium Riau Women Working Group (RWWG) dan Kaliptra Andalas.

Bawang tersebut ditanam oleh kelompok ibu-ibu tersebut yang dimulai sejak Agustus 2018 lalu. Mulai dari pembukaaan lahan, persiapan penanaman, dan perawatan dilakukan langsung oleh 20 orang ibu-ibu dari kelompok tersebut.

Ketua Kelompok Perempuan Peduli Gambut, Rupawan, mengatakan bahwa  panen bawang kali ini merupakan yang pertama dalam program tersebut. Kebun bawang milik ibu-ibu ini juga merupakan yang pertama di kampung tersebut.

"Warga di sini biasanya berkegiatan memotong karet, nelayan, kebun sawit, dan lainnya. Kebun bawang ini yang pertama,"  sebut Rupawan pada Rabu (19/12/2018).

Rupawan mengaku senang dengan adanya program kebun bawang ini. Dengan adanya program ini masyarakat, khususnya ibu-ibu memiliki kegiatan yang juga dapat menghasilkan.

"Ibu-ibu di sini pun bersemangat dalam mengolah kebun bersama," tutur Rupawan.

Sementara itu Direktur RWWG, Sri Wahyuni, mengatakan bahwa program kebun bawang ini merupakan program untuk pemberdayaan lahan gambut untuk dua desa di Kecamatan Sungai Apit. Desa yang menerima program ini yakni Kampung Parit I/II dan Kampung Sungai Batang Ara.

"Masing-masing kampung ini menerima 300 bibit bawang untuk diolah di lahan seluas masing-masing setengah hektar," ujar Wahyuni atau akrab disapa Ayu.

Komoditas bawang ini sendiri dipilih sebagai alternatif baru untuk membudidayakan tanaman di lahan gambut. Dengan berhasilnya penanaman bawang ini di demplot tersebut diharapaknnya bisa diduplikasi oleh masyarakat lain.

"Bawang ini juga berprospek tinggi. Dalam dua bulan sudah bisa dipanen dengan keuntungan mencapai tujuh kali lipat dari bibit yang ditanam," kata Ayu lagi.

Ayu mengatakan bahwa pengolahan lahan untuk demplot ini dilakukan tanpa adanya pembakaran lahan. Tujuannya juga untuk melakukan edukasi agar masyarakat tidak membuka lahan dengan cara dibakar.

"Kita juga ingin menunjukkan bahwa masyarakat sendiri bisa mengolah gambut tanpa harus dibakar," sebut Ayu.

Desa ini sendiri dipilih karena merupakan daerah yang rawan terbakar. Selain itu desa yang berbatasan langsung dengan laut itu juga rawan abrasi.

"Masyarakat di sini juga berkeinginan untuk mengolah gambut, makanya daerah ini yang dipilih," pungkas Ayu.