(CAKAPLAH) - Menarik ketika membaca pernyataan yang disampaikan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Dr. dr. maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS dalam kata pengantar Buku Panduan Pelaksanaan Hari AIDS Sedunia Tahun 2023. Beliau mengatakan bahwa epidemi HIV yang mengancam kesehatan dan kehidupan generasi penerus bangsa secara langsung membahayakan perkembangan sosial dan ekonomi serta keamanan negara.
Pertanyaannya adalah kenapa epidemi HIV dan AIDS disebut secara langsung membahayakan perkembangan sosial dan ekonomi serta keamanan negara? Jawaban yang patut tentu jawaban dari Dirjen P2P Kemenkes sebagai pihak yang membuat pernyataan. Namun melalui tulisan ini, penulis menganalisis terhadap beberapa fenomena yang dapat menjadi jawaban terhadap pertanyaan itu.
HIV dan AIDS tetap menjadi salah satu tantangan kesehatan masyarakat yang paling signifikan di dunia, terutama di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Diperkirakan 24 ribu infeksi HIV baru dan 26 ribu kematian akibat penyebab AIDS terjadi pada tahun 2022. Pandemi HIV tidak hanya mempengaruhi kesehatan individu, tetapi juga mempengaruhi rumah tangga, komunitas, dan pengembangan dan pertumbuhan ekonomi bangsa.
HIV dan AIDS mempengaruhi kehidupan di rumah tangga dapat diamati dari temuan kasus HIV dan AIDS pada kelompok ibu rumah tangga yang dapat mengakibatkan temuan kasus pada anak. Kehidupan dan kondisi rumah tangga dapat terpengaruh dengan kondisi ini. Apalagi setelah diketahui sumber penularannya berasal dari suami atau kepala rumah tangga. Pada kesempatan ini, penulis hanya menyampaikan temuan kasus di Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru.
Jika mengamati temuan kasus pada kelompok ibu rumah tangga yang masuk tiga besar, maka pernyataan bahwa HIV dapat mempengaruhi rumah tangga menjadi sangat masuk akal. Begitu juga dengan adanya temuan kasus pada anak termasuk anak di bawah lima tahun. Kondisi ini menyebabkan kemungkinan dalam rumah tangga terdapat beberapa orang yang terinfeksi HIV, bisa ayah, ibu dan anak. Secara empiris berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Riau, temuan kumulatif kasus pada ibu rumah tangga mencapai 530 kasus.
Fenomena lain yang dapat menjadi kerawanan akibat epidemi HIV dan AIDS adalah temuan kasus HIV dan AIDS pada usia remaja dan usia produktif. Karena usia remaja dan usia produktif menjadi salah satu modal yang strategis dalam upaya perwujudan tujuan bangsa dan negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan Makmur.
Temuan kasus HIV dan AIDS pada usia remaja dan usia produktif merupakan yang tertinggi dibanding kelompok umur lainnya. Berdasarkan kasus yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru kumulatif temuan kasus HIV dan AIDS pada kelompok usia 25 – 49 tahun mencapai 1951 kasus HIV dan 1876 kasus AIDS. Pada rentang usia 15 – 19 tahun mencapai 105 kasus HIV dan 25 kasus AIDS.
Temuan kasus yang sama juga terjadi di Provinsi Riau dan daerah lainnya. Di Provinsi Riau temuan kasus AIDS rentang usia 25 -49 tahun mencapai 78 %.
Fakta empiris lainnya adalah temuan kasus pada kelompok pekerjaan selain kelompok ibu rumah tangga. Temuan kasus AIDS pada kelompok pekerjaan karyawan swasta secara kumulatif hingga September 2023 mencapai 1264 kasus. Pada kelompok lain yang juga beririsan dengan karyawan swasta adalah wirasawasta atau usaha sendiri. Temuan kasus AIDS pada kelompok wirasawasta atau usaha sendiri mencapai 766 kasus.
Temuan kasus berdasarkan jenis kelamin juga banyak ditemukan pada laki-laki. Di Provinsi Riau kumulatif temuan kasus AIDS pada laki-laki hingga September 2023 mencapai 69 % dan pada perempuan 31 %. Situasi yang sama juga terjadi di kabupaten dan kota di Provinsi Riau.
Temuan kasus HIV dan AIDS yang tinggi dan cendwerung meningkat dari waktu ke waktu pada kelompok usia produktif, kemudian pada kelompok pekerjaan karyawan swasta, kelompok wiraswasta dan ibu rumah tangga serta temuan pada laki-laki merupakan gambaran nyata dampak yang dapat ditimbulkan. Episentrum temuan kasus HIV dan AIDS yang seperti itu dapat berdampak pada situasi yang lain.
Artinya, kondisi ini merupakan gambaran bahwa kelompok masyarakat yang selama ini menjadi bagian penting termasuk dalam menopang ekonomi sudah menjadi bagian dari epidemi AIDS. Peningkatan kasus AIDS pada karyawan swasta dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan atau tempat kerjanya. Begitu juga dengan kelompok wiraswasta yang juga dapat mempengaruhi produktifitas usahanya.
Korelasi penurunan produktifitas pada karyawan swasta dapat diawali dengan karyawan yang sakit. Jika tidak ada penanganan yang baik temuan kasus HIV dan AIDS dapat menyebabkan waktu cuti atau izin yang bertambah karena sakit. Semakin banyaknya cuti dan izin tidak hanya menyebabkan produktifitas menurun tetapi juga menyebabkan meningkatnya biaya kesehatan termasuk biaya asuransi.
Selain itu, pada temuan kasus karyawan swasta yang memiliki keahlian atau skill khusus dapat menyebabkan kesulitan tersendiri. Terlebih lagi keahlian itu masih belum dapat digantikan oleh karyawan lainnya. Kalau akhirnya melakukan perekrutan baru tentu akan membuat biaya tambahan bagi perusahaan. Jika situasi ini terus berkembang di dunia usaha, bukan tidak mungkin operasional perusahaan akan terkendala dan bisa berujung pada kebangkrutan.
Kebangkrutan dunia usaha atau wirausaha tentu saja tidak hanya berdampak pada perusahaan atau usaha itu. Tetapi juga dapat berdampak pada situasi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Angka pemutusan hubungan kerja atau tidak memperpanjang masa kontrak bisa saja terjadi, sebagai pilihan terakhir dari manajemen perusahaan untuk menyelematkan perusahaan. Akibatnya angka baru pencari kerja atau pengangguran juga semakin meningkat.
Kondisi ini tidak hanya akan berdampak secara ekonomi tetapi juga berdampak secara sosial bahkan bisa ke politik. Salah satu dampak meningkatnya pengangguran adalah peningkatan kasus kriminalitas. Akibatnya bisa menyebabkan keresahan sosial secara kolektif dan tingkat stress yang tinggi. Selain itu angka pengangguran yang meningkat juga dapat menyebabkan kemiskinan baru.
Uraian tersebut di atas, menurut Penulis sudah cukup menjadi jawaban terhadap pernyataan yang disampaikan oleh Dirjen Pencegahan dan Pengendalian (P2P) Kementerian Kesehatan. Pertanyaan berikutnya yang juga patut kita jawab bersama adalah apakah respon kita menyikapi kondisi tersebut? apakah sudah cukup respon atau upaya yang dilakukan selama ini? dan sejauh mana dampak yang ditimbulkan dari respon kita selama ini?
Untuk menjawab pertanyaan itu secara komprehensif diperlukan suatu kajian atau penelitian yang dilakukan secara khusus. Namun secara sederhana dengan menganalisis gambaran temuan kasus terdapat beberapa hal yang patut menjadi renungan kita terhadap upaya penanggulangan HIV dan AIDS selama ini.
Upaya penanggulangan AIDS yang sudah dilakukan sejak tahun 90 an setelah temuan kasus pertama kali. Upaya penanggulangan saat itu lebih banyak ditujukan kepada kelaompok resiko tinggi. Karena pada saat itu, temuan kasus masih didominasi pada kelompok yang memiliki resiko tinggi antara lain penjaja seks, dan penyalahguna narkotika. Dukungan pembiayaan dari lembaga donor masih lebih dominan dibandingkan pembiayaan dari pemerintah.
Namun seiring dengan perjalanan waktu, temuan kasus HIV dan AIDS bergeser pada kelompok lain hingga ke ibu rumah tangga dan anak. Situasi ini membuat penyadaran para pihak, bahwa upaya penanggulangan selama ini yang terfokus pada kelompok resiko tinggi perlu diimbangi dengan upaya penanggulangan pada kelompok lain khususya karyawan swasta, wiraswasta dan ibu rumah tangga.
Temuan pada kelompok laki-laki perlu mendapat perhatian utama, karena melalui laki-laki penyebaran kasus HIV semakin massif. Karena laki-laki cenderung memiliki mobilitas tinggi. Akibatnya pada laki-laki yang sudah berumah tangga penyebaran kasus HIV dan AIDS masuk ke lingkungan keluarga khususnya ibu rumah tangga.
Pada sisi lain, untuk menyasar laki-laki, maka lokasi yang menjadi sasarannya adalah tempat laki-laki banyak beraktifitas. Salah satu tempat aktifitas yang didominasi laki-laki adalah tempat kerja. Tempat kerja dimaksud tentu saja tempat kerja formal dan informal. Tempat kerja formal termasuk tempat kerja milik pemerintah atau instansi pemerintah. Tempat kerja formal lainnya adalah perusahaan.
Upaya penanggulangan AIDS pada laki-laki menjadi pentig dan strategis untuk diupayakan secara massif. Disamping karena temuan kasus yang terus meningkat, laki-laki menjadi salah satu pintu masuk kasus HIV dan AIDS ke rumah tangga. Walau diakui, berdasarkan pengalaman, upaya penanggulangan pada lokasi kerja atau tempat kerja tidak mudah dan banyak menemui tantangan.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah penerimaan atau respon yang kurang baik dari manajemen perusahaan. Padahal secara regulasi sudah ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja. Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP.68/MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penanggualangan HIV/AIDS di tempat kerja. Ssalah satu poin yang mengatur dalam peraturan ini adalah pengusaha wajib melakukan upaya penanggualangan HIV & AIDS di tempat kerja.
Aturan yang sama juga mewajibkan pengusaha atau manejemen perusahaan untuk mengembangkan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS di perusahaan. Selain itu, perusahaan diwajibkan juga menyebarluaskan informasi dan penyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Perusahaan juga diharsukan memberikan perlindungan kepada pekerja yang dinyatakan positif HIV dan menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Respon manajemen perusahaan yang belum optimal disinyalir karena pemahaman manajemen yang belum komprehensif. Anggapan manajeman perusahaan bahwa upaya penanggulangan tidak menjadi prioritas menjadi penyebab utama upaya penanggulangan di perusahaan. Regulasi yang ada juga tidak cukup menjawab persoalan tersebut.
Berdasarkan gambaran yang sudah diuraikan sebelumnya, maka diperlukan langka nyata yang dapat dilakukan agar epidemi HIV dan AIDS tidak memiliki dampak lanjutan yang dapat mempengaruhi berbagai sektor. Salah satu upaya yang patut terus dilakukankan secara masif adalah pemberian informasi kepada masyarakat termasuk pekerja laki-laki. Harapanya tentu agar masyarakat waspada dan tidak melakukan perilaku yang beresiko. Seiring dengan perkembangan teknologi, pemberian informasi dapat menggunakan media alternatif. Upaya pemberian infomasi juga menyesuaikan dengan kondisi masyarakat dan tidak disamakan. Keterlibatan para pihak juga patut dilakukan, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, media massa dan pemimpin informal lainnya yang ada dimasyarakat. Optimalisasi kader masyarakat juga dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan kader utnuk membantu pemberian informasi tentang HIV dan AIDS ke masyarakat.
Berikutnya adalah mengupayakan secara sunguh-sungguh perwujudan ketahanan keluarga. Dengan ketahanan keluarga diharapkan dapat terwujud keluarga yang harmonis dan saling mendukung. Peran orang tua dalam pengawasan anggota keluarga juga sangat diperlukan, khususnya pengawasan perilaku anak. Orang tua didorong untuk menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Tidak hanya bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, orang tua juga diharapkan menjaga perilaku agar tidak melakukan hal beresiko terinfeksi HIV.
Momentum peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) yang diperingati setiap tanggal 1 Desember dapat menjadi pengingat bagi kita semua bahwa epidemi HIV dan AIDS masih ada. Sekaligus menjadi pengingat kepada sema pihak untuk secara bersama melakukan upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Dan target kita pemerintah untuk mengakhiri HIV dan AIDS pada tahun 2030 dapat terwujud. Generasi masa depan juga tidak dibayangi oleh generasi yang menjadi bagian dari infeksi HIV. Semoga.
Penulis | : | Hasan Supriyanto (Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Kota Pekanbaru) |
Editor | : | Delvi Adri |
Kategori | : | Cakap Rakyat |