PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kepala Dinas Pendidikan Riau TFT telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas di Setwan DPRD Riau, Rabu (15/5/2024). Kasus rasuah terjadi ketika TFT menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) Sekwan DPRD Riau.
TFT dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru. Penahanan dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (PIdsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Sebelum ditahan, TFT sempat diperiksa sebagai saksi hingga dilakukan gelar perkara dan menetapkannya sebagai tersangka.
"Penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP." ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau Bambang Heripurwanto.
Penahanan dilakukan dengan alasan alasan subjektif yakni dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya sebagaimana Pasal 21 Ayat (1)
KUHAP sedangkan alasan objektif ancaman hukuman pidana di atas 5 tahun. "Tersangka TFT kita tahan selama 20 hari ke depan," kata Bambang.
Bambang menjelaskan, tindakan korupsi dilakukan dengan modus perjalanan dinas fiktif. Selaku Plt Sekwan DPRD Riau, TFT memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas periode bulan September sampai Desember 2022 di Setwan DPRD Riau.
Hal itu berupa nota dinas, surat perintah tugas (SPT), surat perintah perjalanan dinas (SPPD), kwintasi, nota pencairan perjalanan dinas (NP2D), surat perintah pemindah bukuan dana (Over Book) (SP2DOB), tiket trasportasi, boarding pass dan bil hotel.
Setelah semua dokumen terkumpul, Fauzan selaku Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban. Dia memerintahkan K selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan MAS selaku Bendahara Pengeluaran di Setwan DPRD Riau untuk mengajukan ke Bank Riau Kepri tanpa melalui verifikasi oleh EN selaku Kasubag atau Koordinator Verifikasi.
"Setelah uang kegiatan perjalanan dinas fiktif tersebut masuk ke rekening pegawai (yang namanya dipakai untuk pencairan perjalanan dinas fiktif), dilakukan pemotongan sebesar Rp1.500.000 dan diberikan kepada nama-nama pegawai yang dicatut atau dipakai namanya sebagai upah tanda tangan," jelas Bambang.
Total anggaran perjalanan yang dicairkan Rp2.856.848.140. Setelah diberikan kepada nama-bama yang dicatut, sisanya Rp2.343.848.140 diterima oleh TFT.
"Uang itu digunakan TFT untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kegiatan yang berjalan yang belum dibayarkan namun anggarannya (sudah) tidak ada," ungkap Bambang.
Perbuatan TFT tersebut bertentangan dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Di mana mengambil uang yang bersumber dari APBD Riau kepada Sekretariat DPRD Riau sebesar Rp2.343.848.140.
Atas perbuatannya, TFT dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidair Pasal 3 UU RI 20 tahun 2001 tentang perubahan UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Riau, Iman Khilman menambahkan, dalam proses penyidikan, pihaknya telah memeriksa 9 saksi. Di antaranya Muflihun, yang ketika itu menjabat Sekwan DPRD Riau menggantikan TFT.
Iman menyebut, dalam kasus ini TFT merupakan tersangka tunggal. Penyidik belum menemukan adanya indikasi keterlibatan pelaku lain.
"Hasil penyidikan begitu (tersangka tunggal). Karena dia yang memerintahkan," tegas Iman.**