PEKANBARU (CAKAPLAH) - Ustadz Abdul Somad mendapat penghadangan oleh sejumlah orang ketika ingin berdakwah di Bali. Penceramah dari Riau ini sempat tertahan beberapa jam di hotel tempatnya menginap di Denpasar. Penolakan dari berbagai organisasi masyarakat yang tergabung dalam Komponen Rakyat Bali (KRB) menuding Ustadz Abdul Somad merupakan penceramah yang anti kebhinekaan dan anti-NKRI.
Ustaz Abdul Somad sudah membantah tudingan itu. Ia mengaku sebelum berangkat belajar ke Mesir pada 1998, ia telah lulus uji Pancasila dan penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagaimana disyaratkan.
Sementara itu melalui akun media sosialnya di Instagram dan Facebook, Ustadz Abdul Somad memberikan penjelasan kepada publik bagaimana kegiatannya dalam rangka mengajarkan anak-anak Suku terasaing, Talang Mamak mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"5 jam kami menempuh perjalanan darat, dilanjutkan 7 jam menggunakan sampan. Untuk mengajarkan anak anak Suku Talang Mamak cinta NKRI," tulis Ustadz Abdul Somad melalui akun FB dan Instagramnya.
Dalam unggahan status tersebut, Abdul Somad juga menyertakan enam foto yang memperlihatkan tentang kegiatannya mengedukasi anak-anak di tengah hutan untuk mencintai NKRI dalam acara pengibaran bendera merah putih.
"Saya menjadi saksi hidup perjalanan di atas bersama UAS (Ustadz Abdul Somad) menjelajah belantara Taman Nasional Bukit Tigapuluh Inhu Riau, mengarungi sungai Batang Gansal selama 7 jam dalam kondisi diguyur hujan mulai jam 10 siang sampai jam 5 sore, salah satu dari kami hampir pingsan karena hipotermia, badan kami semua termasuk UAS menggigil karena kedinginan," mengutip pernyataan Pak Mahmud, Koordinator Rombongan ke Talang Mamak.
"Tapi kami berhasil sampai pedalaman permukiman suku Talang Mamak dengan selamat. Kami mengajarkan mengaji sholat, berhitung menulis, membangun masjid, menanam jagung dan kacang, mengadakan bakti sosial pengobatan gratis dan mengajari beternak lebah madu dan lebah trigona. Kami bersama para murid yang datang berjalan kaki selama 1 jam, melakukan upacara bendera bersama di SD filial dusun Sadan." ujarnya lagi.
Sementara itu, Direktur LBH Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Cabang Bali, Ustaz Ahmad Baraas mengatakan Ustadz Somad merupakan salah satu ulama terkemuka di Indonesia.
"Dia menjelaskan, agama Islam menjadi mudah dipahami umat. Walaupun beliau pengurus NU, hujjah-hujjah agamanya dapat diterima oleh umat Islam dari organisasi berbeda," kata Baraas, Sabtu (9/12/2017).
Menurutnya, gaya ceramahnya dengan bahasa lugas membuat kajian-kajian Ustadz Somad sangat mudah dimengerti pendengarnya dari berbagai lapisan umur dan masyarakat. Dalam berdakwah, Ustadz Somad selalu merangkul, mempertemukan berbagai pandangan berbeda dengan hujjah-hujjah yang kuat dan mendasar.
"Oleh mereka yang tidak paham, sikap merangkul ini diartikan seakan-akan Ustadz Somad mendukung kelompok tertentu," ujarnya.
Ustadz Baraas mengatakan, sejumlah orang yang menolak kehadiran Ustadz Somad merupakan mereka yang mengasosiasikan ustadz lulusan Mesir itu menjadi kelompok atau bagian dari yang selama ini disebut anti-NKRI.
Padahal, kata Baraas seperti dilansir viva.co.id, jika massa pendemo tahu riwayat hidup Ustadz Somad yang sebenarnya, mereka pasti akan terkejut dan tak akan berani menuduhnya anti-NKRI. Karena, Ustadz Somad merupakan ulama yang giat berjuang mengajarkan masyarakat untuk cinta pada NKRI.
"Jika para pendemo mengetahui sebelumnya dan punya informasi lengkap tentang Ustadz Somad, hujatan tidak akan mereka lakukan. Ustadz Somad dikenal sebagai salah satu ulama yang giat masuk ke pedalaman Sumatera menjelaskan kepada masyarakat setempat tentang NKRI dan mengajak mereka untuk mempertahankannya," kata Ustaz Baraas.
Di negara hukum, menghalangi orang berdakwah kepada umatnya sudah barang tentu bertentangan dengan undang-undang. "Seyogyanya tabayyun atau check and recheck sebelumnya," ucapnya.
Di sisi lain, cendekiawan muda Muslim Bali, Achmad Baidhowi menuturkan, apa yang menimpa Ustadz Somad sesungguhnya mencederai semangat persaudaraan sebagai sesama anak bangsa.
Ketua Bidang Hikmah dan Hubungan Antar Lembaga Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Provinsi Bali itu mengatakan, seharusnya kehadiran Ustadz Somad ke Bali dijadikan ajang untuk tabayyun (konfirmasi) jika ada elemen masyarakat yang selama ini tidak sependapat dengan beberapa isi ceramah yang disampaikannya.
"Bukannya malah dijadikan ajang untuk menolak kehadirannya, sehingga cenderung kontra produktif. Jika pun seandainya Ustadz Abdul Somad ditengarai radikal, seharusnya tidak dilakukan tindakan yang radikal pula. Akan tetapi dengan dialog-dialog yang konstruktif," kata ketua presidium KAHMI Kota Denpasar itu.
Bagi dia, apa yang dipertontonkan elemen yang menolak kehadiran Ustadz Abdul Somad tak mendidik dan menjadi momok buruk bagi semangat persatuan di Indonesia.
"Menolak radikalisme dengan cara-cara radikal sungguh tidak efektif, tidak mendidik dan merupakan preseden buruk bagi demokratisasi dan semangat persatuan di negara kita," kata Achmad.