PEKANBARU (CAKAPLAH) - Eks Direktur PT Bonai Raja Jaya (BRJ), Budhi Syaputra, tersangka dugaan korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok, Kecamatan Enok, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kamis (23/11/2023). Tidak lama lagi tersangka akan disidangkan.
Penyerahan tersangka dan barang bukti atau tahap II ke JPU setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P-21. Proses tahap dua dilakukan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru, di mana tersangka telah ditahan sejak Kamis, 7 September 2023.
"Berkas perkara lengkap. Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejati Riau melaksanakan penyerahan tersangka inisial BS dan barang bukti kepada JPU Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir (Inhil)," ujar Asisten Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau, Imran Yusuf, Kamis (23/11).
Setelah penyerahan tahap II, tanggung jawab penahanan terhadap tersangka ada pada JPU. Untuk itu, JPU kembali menitipkan tersangka di Rutan Kelas I Pekanbaru. "Penahanan dilakukan selama 20 hari, terhitung tanggal 23 November hingga 12 Desember 2023," jelas Imran.
Selanjutnya, JPU mempersiapkan dakwaan dan administrasi lainnya untuk pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. "Dalam waktu dekat, berkas perkara tersangka inisial BS akan dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan," pungkas Imran.
PT BRJ merupakan rekanan yang mengerjakan proyek pembangunan Jembatan Sungai Enok. Selain Budhi Syaputra, jaksa penyidik juga menetakan HM Fadillah Akbar yang merupakan Direktur PT BRJ sebagai tersangka.
Fadillah saat ini jadi Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2023. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Tersangka sudah beberapa kali dipanggil secara patut, tapi selalu mangkir. Kejaksaan telah menyebar identitas dan foto Fadillah untuk mempermudah proses pencarian.
Kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Informasi dihimpun, modus yang dilakukan para tersangka, yakni bermula setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Inhil pada tanggal 17 Mei 2012, dimana HM Fadillah dan Budhi Syaputra melengkapi persyaratan lelang/tender. Selanjutnya kedua tersangka membantu mencarikan personel fiktif.
Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, keduanya membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Hasilnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang. Tersangka Fadillah masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan.
Setelah itu keduanya membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen Kontrak/Addendum I dan II sebesar Rp14.826.029.360 (17 Juli 2012 s/d 31 Desember 2012), Berita Acara (BA) Negosiasi dan BA Penyerahan Lapangan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan, tersangka Budhi Syaputra merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan, dan Budhi juga yang membeli barang-barang material proyek.
Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka Fadillah dengan memalsukan tanda tangan saksi H. Setelah uang tersebut masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan olehnya sejumlah Rp1.374.000.000 pada tanggal 4 Januari 2013 atau setelah pekerjaan selesai.
Menurut Ahli Fisik Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak / addendum I dan II. Sehingga menurut auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah terjadi kerugian keuangan negara sejumlah Rp1.842.306.309,34.*
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Indragiri Hilir |