Fatmawati Moekahar
|
(CAKAPLAH) - Mulai hari ini Indonesia telah memasuki masa tenang pemilu. Masa tenang ini berlangsung selama 3 hari sejak sehari setelah hari terakhir kampanye yakni 11 – 13 Februari 2024. Masa tenang pemilu diatur dalam UU Pemilu No 7 tahun 2017 Pasal 1 (36) tentang masa tenang yang tidak dapat melakukan aktivitas kampanye pemilu. Masyarakat tentu merasa lega dan bahagia kembali dapat merasakan kondisi ruang publiknya akan bersih dari sampah visual politik.
Selama masa kampanye 75 hari dan bahkan sebelumnya, di hampir seluruh wilayah di Indonesia diselimuti oleh sampah visual politik yang berupa poster dan baliho calon politisi yang berlaga dalam kontestasi pemilu 2024. Kondisi ini memang selalu kita temui setiap jelang pemilu di Indonesia. Negara melalui Lembaga terkait seperti KPU, Bawaslu dan pemerintah pada umumnya belum mampu menghasilkan sebuah regulasi yang baik tentang pelaksanaan kampanye pemilu di Indonesia. Pesta demokrasi selalu menjadi “pesta” sesungguhnya dengan dibuktikan banyaknya sampah yang tersebar dimana-mana di sepanjang jalan di seluruh wilayah Indonesia. Andaikan sampah politik itu digelar mungkin akan menutupi satu pulau besar di Indonesia, bahkan lebih. Ternyata kehadiran media digital belum mampu mengurangi keberadaan sampah visual pemilu seperti spanduk, baliho dan billboard sebagai alat peraga kampanye (APK). Padahal beberapa riset kampanye politik di media baru terbukti mampu memenangkan kandidat dalam kontestasi pemilu di Indonesia dan negara lain di dunia, diantaranya: (Moekahar dkk., 2022), (Stier et al., 2018), (Bimber, 2014), (Bossetta, 2018).
Pemilu menjadi prasyarat negara demokrasi, pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Oleh karena itu prosesnya seharusnya tidak memberikan ruang publik (yang merupakan hak rakyat) untuk dikotori dan dinodai dengan berbagai sampah visual politik sepanjang perhelatan demokrasi tersebut berlangsung.
Pemerintah seharusnya belajar ke negara-negara lain yang memiliki regulasi yang rapi dan kondusif terkait kampanye politik. Negara Jepang menjadi negara yang patut untuk kita belajar soal penerapan kampanye pemilu. Di negara tersebut pemerintah pegang kendali kuat untuk pelaksanaan kampanye, baik ruang dan waktu kampanye. Calon kandidat dilarang berkampanye menggunakan spanduk/baliho yang ditempel di sembarang tempat. Pemerintah Jepang menyediakan space khusus untuk poster para kandidat. Ukuran setiap poster wajib sama dan tidak boleh saling menutupi.
Kondisi ini juga diterapkan di negara Amerika Serikat. Setiap kandidat politik yang akan melakukan kampanye wajib mengantongi izin terlebih dulu dari penyelenggara pemilu. Kandidat dilarang menempel poster di sembarang tempat.
Ini tentu sangat berbeda di negara kita. Terlihat bagaimana sang kandidat yang memiliki dana kampanye yang memadai, tentu menguasai ruang publik dengan wajah mereka dengan poster-posternya. Ukurannya pun sangat beragam, dari baliho yang sangat besar sampai pada ukuran poster yang kecil-kecil ditempel di setiap pagar dan pohon di jalan-jalan strategis. Sungguh prilaku yang memalukan! Para kandidat politik ini berupaya meraih perhatian masyarakat namun dilakukan dengan merusak tatanan kota/desa. Seharusnya masyarakat mempertimbangkan prilaku ini agar kedepan politisi yang akan mewakili suara kita memang layak menjadi wakil yang baik untuk menghasilkan kebijakan yang baik-baik sehingga tujuan demokrasi terwujud.
Di masa tenang ini mestinya ruang publik sudah bersih dari sampah visual politik. Para kandidat politik, bertanggung jawablah dan bertindaklah selaku pemimpin yang baik. Bersihkan semua sampah politik kalian. Sampai pagi ini, jalanan masih dipenuhi sampah politik tersebut. Seharusnya sejak tadi malam sebelum memasuki masa tenang hari ini, semua sampah politik itu sudah bersih dari ruang publik. Tim sukses juga harus bekerja keras untuk membantu membersihkan semua APK itu dari setiap sudut kota/desa. Ruang publik harus Kembali bersih dan rapi. Bawaslu sebagai pihak penyelenggara pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu dengan baik juga wajib bertindak tegas. Panggil dan tindak tegas kandidat pemilu yang belum menurunkan APKnya. Berikan waktu bagi masyarakat untuk berfikir dan merenungkan apakah aktivitas kampanye pemilu yang dilakukan selama periode kampanye tersebut membuahkan hasil, menarik simpati dan mampu membuat masyarakat untuk memutuskan untuk mencoblos pilihannya.
Sebagai peneliti dan pengajar kampanye politik, penulis berharap para kandidat belajar dan memahami bahwa untuk mempengaruhi publik tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat dan paritas serta prilaku yang tidak etis. Spanduk, baliho dan billboard yang terpampang di sepanjang jalan di seluruh wilayah di Indonesia menjadi salah satu alat promosi kandidat untuk mempengaruhi publik. Untuk mendapatkan perhatian publik, perlu berstrategi agar apa yang menjadi tujuan kampanye politik tercapai. Pertama, dari sisi waktu. Tidak mungkin masyarakat percaya begitu saja terhadap “rayuan” singkat iklan politik yang menjadi sampah visual dalam tempo 75 hari tanpa ada upaya sebelumnya. Iklan politik yang sangat paritas dari sisi model dan bentuk dengan menggambarkan foto diri, nomor urut dan nama, itu bukan sebuah pendekatan persuasif untuk mempengaruhi publik. Bahkan riset kecil yang telah dilakukan penulis kepada mahasiswa apakah mengingat iklan tersebut, jawabannya TIDAK. Berderet dan bertumpuk foto diri kandidat di sepanjang jalan justru hanya menjadi sampah visual yang tak berguna, miris. Ke depan jika umur masih panjang dan masih berkeinginan untuk Kembali berlaga dalam kontestasi pemilu, lakukan kampanye pemilu dengan cerdas. Gunakan dana kampanye untuk diskusi terbuka dengan masyarakat, kurangi menempel foto diri di ruang publik dan tentu rencanakan dengan strategi yang pintar agar iklan politik di Baliho, spanduk dan Billboard itu dapat menarik perhatian masyarakat dan pada akhirnya mempengaruhi keputusan untuk mencoblos.
Salam demokrasi bermartabat!
Penulis | : | Fatmawati Moekahar, Akademisi dan Peneliti Kampanye Politik Universitas Islam Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Ramadan, Cakap Rakyat |