(CAKAPLAH) - Ketika KKN di Desa Penari (2022) sukses mencatatkan diri sebagai film terlaris Indonesia dengan jumlah penonton melebihi 10 juta, publik sudah menduga tentunya akan ada pengembangan berikutnya dari film horor tersebut. Tak heran ketika Badarawuhi di Desa Penari (2024) diumumkan, penonton memiliki ekspektasinya tersendiri akan film yang digarap oleh sutradara Kimo Stamboel itu.
Apa lagi, ketika Badarawuhi di Desa Penari diungkap sebagai prekuel dari film pendahulunya, penonton berharap film ini akan lebih banyak mengulas latar belakang dari Badarawuhi, sang mahluk gaib antagonis utama dalam film. Bagaimana sosok yang diperankan Aulia Sarah itu menjelma menjadi iblis penari pemikat, hingga kaitannya dengan film pertamanya, mungkin saja itu yang ada di bayangan penonton terkait film berdurasi 122 menit itu.
Sayangnya, Badarawuhi di Desa Penari gagal memanfaatkan momentum untuk memperluas semesta dari Desa Penari sebagaimana ekspektasi penonton. Malahan, film ini seolah terjebak dengan tren-tren film box office Indonesia, ketika sekuel atau prekuel dari film terdahulu justru menjadi film yang tak bermakna.
Mengambil latar waktu sebelum kejadian di film pertamanya, awal film penonton diajak ke 1955 ketika pemilihan dawuh atau penari yang akan dipersembahkan ke Badarawuhi. Salah seorang dawuh berhasil melarikan diri, hingga akhirnya dikejar oleh Badarawuhi.
Film lalu berlanjut ke 25 tahun berikutnya, ketika Mila (diperankan oleh Maudy Effrosina), bersama dengan sepupunya, Yuda (Jourdy Pranata), dan temannya Arya (Ardit Erwandha), meminta bantuan Jito (Moh Iqbal Sulaiman) untuk mencari Desa Penari. Mila terlihat begitu ingin menemukan Desa Penari itu, untuk menyelamatkan ibunya yang sakit parah.
Kepada Ratih (Claresta Taufan Kusumarina), salah seorang warga tempat Mila menginap, yang ternyata ibunya juga sakit parah, Mila mengakui sebelumnya mendapatkan saran dari seorang dukun, untuk mengembalikan kawaturih yang disimpan ibunya ke penunggu di Desa Penari, Badarawuhi. Dengan bantuan Mbah Buyut (Diding Boneng), Mila berusaha selamat dari rayuan sang penari pemikat, dan mengungkap misteri sesungguhnya dari Desa Penari.
Sebagai film horor Indonesia, ritme dari Badarawuhi di Desa Penari terkesan lambat dan membosankan. Narasi yang disampaikan terkesan dibuat rumit seperti potongan puzzle berserakan, meski sebetulnya sudah jelas mau dibawa ke mana arah film ini.
Satu hal yang boleh dipuji dari Badarawuhi di Desa Penari ialah tak banyak menggunakan elemen jump scare. Film ini berusaha mengajak penonton ke kengerian dari Desa Penari, dengan menciptakan suasana gelap dan angker khas pedalaman Jawa yang misterius.
Sayangnya, hampir semua elemen horor dalam film seolah diadaptasi bahkan diulang dari film pertamanya. Sebut saja adegan mandi dan berenang di kolam ular, adegan menemukan hajatan di tengah hutan (dengan bungkusan makanan mayat monyet), kopi pahit terasa manis, hingga adegan menyelamatkan Mila yang tersesat di Angkara Murka (bedanya kali ini sosok anjing jadi-jadian tak ditampilkan).
Repetisi elemen horor mungkin saja menghibur penonton yang sebelumnya tidak menonton KKN di Desa Penari, tetapi pengulangan rasanya tidak diperlukan untuk membawa kesan nostalgia, mengingat film ini adalah prekuel, dan film pertama pun baru dirilis sekitar dua tahun lalu. Hal ini yang membuat pencinta horor justru merasa Badarawuhi di Desa Penari seperti horor generik, hanya memanfaatkan hype dan kesuksesan dari film pertama.
Dialog yang mayoritas dalam bahasa Jawa justru membuat penonton harus repot-repot membaca subtitle bahasa Indonesia, di tengah menahan kantuk akibat kebosanan dalam film. Hal ini juga membuat penonton kurang terkoneksi dengan karakter dalam film.
Dari semua pemeran, mungkin yang cukup berkesan justru penampilan dari Diding Boneng. Kemunculan sosok komedian tonggos film-film Warkop era 80 dan 90-an itu di pertengahan film, membuat Badarawuhi Di Desa Penari baru memiliki arah yang jelas.
Ikatan ibu dan anak yang coba ditampilkan antara Mila dan Inggri (Maryam Supraba), sebetulnya bisa menjadi bumbu emosional tersendiri untuk penonton. Sayangnya, hal itu hanya menjadi adegan tari-tarian yang gagal dimanfaatkan dengan baik untuk mencapai klimaks film.
Pada akhirnya, tidak adanya pesan moral atau makna yang ingin disampaikan dalam Badarawuhi di Desa Penari, selain bahwa Badarawuhi telah meneror Desa Penari jauh sebelum film pertama, membuat film ini tak seperti prekuel KKN di Desa Penari (setidaknya ada pesan moral pada film pertama, untuk terus menjaga norma kesopanan dan etika, khususnya ketika bertamu ke wilayah orang lain). Hal ini juga yang mungkin membuat 10 juta penonton KKN di Desa Penari bertanya-tanya, apakah memang prekuel itu dibutuhkan, atau hanya sekadar memenuhi tren generik box office Indonesia semata?
Badarawuhi di Desa Penari tayang di bioskop Indonesia sejak Kamis (11/4/2024).
Editor | : | Delvi Adri |
Sumber | : | Beritasatu.com |
Kategori | : | Nasional, Serba Serbi |