![Kelmi April 2024 Kelmi April 2024](/assets/ads/14042024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_2jfj3_1859.jpg)
![]() |
Sofyan Siraj Abdul Wahab, LC, MM (Anggota Komisi V DPRD Riau)
|
Beberapa hari lalu, tanggal 29 Juni, digelar peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas). Merujuk ke situs keluargaindonesia.id, 2024 mengusung tema "Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas". Tema tadi juga visi dan misi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia (RI) mewujudkan keluarga Indonesia berkualitas.
Sedikit mengulas sejarah Harganas, bermula paska Indonesia merebut kemerdekaan dan kedaulatan secara utuh dari tangan penjajah Belanda pada 22 Juni 1949. Banyaknya yang gugur dalam peperangan memacu tingginya perkawinan dini. Akan tetapi pengetahuan keluarga tentang usia nikah amat rendah. Kurangnya kesiapan berkontribusi besar kepada tingginya angka kematian ibu dan bayi. Inilah menginisiasi lahirnya Keluarga Berencana (KB).
Puncaknya, 29 Juni 1970 program KB mengkristal dan cikal bakal dimulainya Gerakan KB Nasional. Sekaligus penanda Hari Kebangkitan Keluarga Indonesia yang seterusnya dikampanyekan sebagai hari bangkitnya kesadaran membangun keluarga kecil bahagia sejahtera.
Selama kurun waktu puluh tahun, telah banyak keberhasilan program KB dan menjadi percontohan oleh negara lain. Program Kependudukan dan KB pun dianugerahi UN Population Award. Tahun 1992, 29 Juni resmi ditetapkan sebagai Hari Keluarga Nasional.
Bersempena Harganas, Kami selaku lembaga legislatif mengapresiasi capaian Provinsi Riau. Dalam even Harganas yang berlangsung di Semarang-Jawa Tengah, BKKBN Provinsi Riau menerima secara langsung penghargaan pengelolaan program Bangga Kencana dan pencegahan dan penurunan stunting. Namun dalam momen Harganas ke-31 tahun terungkap pula kegelisahan. Masih dari acara di Semarang, Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo menyebut angka kelahiran (fertility rate) nasional menurun.
Tren turunnya angka kelahiran tentu tidak hanya dialami Indonesia. Di lingkup global pernah muncul istilah "bom waktu demografi" untuk menggambarkan fenomena penurunan populasi khususnya di negara-negara maju.
Seperti di negara barat yakni Eropa dan Amerika Serikat, Asia kayak Jepang, Korea Selatan dan Cina yang Pemerintahnya panik asbab populasi kian menyusut. Penurunan angka kelahiran jelas mengundang kekhawatiran. Sebab akan berdampak signifikan terhadap ekonomi. Penuaan populasi dan di saat bersamaan jumlah kelahiran menurun bikin tenaga kerja yang tersedia lebih sedikit sementara jumlah pensiunan lebih banyak.
Artinya negara mesti mengeluarkan uang lebih banyak untuk merawat sementara pendapatan berkurang. Saking frustasinya, tak sedikit negara menambah usia pensiun dan mendorong perusahaan memperkerjakan penduduk lebih tua bahkan ada hingga batas usia 69 tahun. Contoh terdekat Singapura belakangan terus menaikkan usia pensiun menjadi 64 tahun di tahun 2026 dan 65 tahun pada 2030.
Dilematis
Kembali ke pernyataan Kepala BKKBN, menyoal angka kelahiran dekade terakhir memang penurunan terbilang progresif. Mencapai angka ideal sebagaimana diharapkan Pemerintah, yakni 2,18. Kendati demikian, data barusan malah bikin dilema. Buktinya Kepala BKKBN RI justru menargetkan agar tiap pasangan suami istri melahirkan setidaknya satu anak perempuan demi regenerasi.
"Kami punya target 1 perempuan rata-rata melahirkan 1 anak perempuan. BKKBN menargetkan anaknya kalau bisa 2,1 jangan hanya 2. Karena kalau anaknya dua lebih sedikit hampir dipastikan 1 perempuan akan melahirkan anak 1 perempuan," ujarnya.
Hal ini disampaikan menimbang tahun 1970 angka kelahiran tinggi (5,6). Satu pasangan bisa memiliki 6-9 anak. Terlihat jomplang. Oleh karena itu, guna mencegah kesenjangan angka kelahiran, BKKBN akan mendorong kebijakan sesuai kebutuhan masing daerah. Berangkat dari pemaparan, Kami selaku Komisi V yang membidangi Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana meminta Pemerintah memberi atensi istimewa.
Mulai Pusat hingga ke Daerah. Berdasarkan pembagian urusan pemerintahan, terkhusus Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau diberi kewenangan diantaranya sinkronisasi kebijakan Pusat dan Daerah dalam rangka pengendalian kuantitas penduduk serta pemetaan perkiraan pengendalian penduduk cakupan Daerah provinsi; Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan budaya lokal.
Menimbang kondisi, ke depan pembangunan kependudukan memerlukan reorentasi. Pemikiran Profesor Emil Salim, seorang begawan ekonomi kesohor dan mantan Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Kabinet Pembangunan III 1978-1983, amat layak diketengahkan. Beliau menilai penting pendekatan politik dalam kebijakan kependudukan.
Kami sepakat perlunya Pemerintah merumuskan peta jalan (road map) kependudukan. Didesain untuk menjawab ketimpangan yang timbul akibat dinamika kependudukan, baik itu antar wilayah/kawasan maupun ketimpangan desa dan kota. Dinamika kependudukan yang beragam butuh pendekatan dan kebijakan berbeda satu sama lain. Pendekatan daerah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia timur tak sama dengan pulau Jawa. Perihal BKKBN, tak cukup beraktivitas taktis semata.
Semisal meningkatkan keikutsertaan ber-KB atau menurunkan angka kelahiran. BKKBN idealnya pihak merumuskan. Alasannya, badan inilah yang paham seluk-beluk persoalan kependudukan. Logikanya, mereka tentu lebih cakap dan tahu prospek ke depan. Disamping tuntutan kemampuan membaca aktualitas pembangunan, paling utama naik turunnya pembangunan kependudukan harus disikapi secara cepat dan pendekatan yang tepat.
Kita tidak ingin bicara sebatas menjaga bonus demografi 2045. Tapi bagaimana bonus demografi tetap berlanjut. Sehingga populasi produktif Indonesia dapat terjaga demi keberlangsungan dan kemajuan bangsa.
Penulis | : | Sofyan Siraj Abdul Wahab, LC, MM (Anggota Komisi V DPRD Riau) |
Editor | : | Unik Susanti |
Kategori | : | Cakap Rakyat, Riau |
![Idulfitri 1445 Riau Petroleum Idulfitri 1445 Riau Petroleum](/assets/ads/23042024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_fkkh2_1863.jpg)
![](/assets/news/18062020/cakaplah_mh9ld_55154_s.jpg)
![](/assets/news/04082021/cakaplah_w68uh_73142_s.jpg)
![cakaplah-mpr.jpeg](/assets/cakaplah-mpr.jpeg)
![](/assets/article/26102023/cakaplahcom_vh89x_13771_m.jpg)
![AMSI AMSI](/assets/ads/21122017/wwwcakaplahcom_cakaplah_6reuq_191.jpg)
![](/assets/article/07112023/cakaplahcom_axzq2_13880_m.jpg)
![](/assets/article/04072024/cakaplahcom_ynfxn_15530_m.jpg)
![](/assets/article/02072024/cakaplahcom_7txpu_15494_m.jpeg)
![](/assets/article/09032023/cakaplah_tfexa_12016_m.jpg)
![](/assets/article/21062024/cakaplahcom_wdv62_15458_m.jpg)
![](/assets/article/04072024/cakaplahcom_7mvrw_15529_m.jpg)
![](/assets/article/03072024/cakaplahcom_cvccu_15496_m.jpeg)
![](/assets/article/08052023/cakaplah_p3fmx_12440_m.jpg)
![](/assets/article/27062024/cakaplahcom_bmmke_15477_m.jpg)
![LW 2 LW 2](/assets/ads/30052024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_wzhwb_1878.jpg)
01
02
03
04
05
![Iklan CAKAPLAH Iklan CAKAPLAH](/assets/ads/17052023/wwwcakaplahcom_cakaplah_sru38_1609.jpg)
![HUT Pekanbaru Ke-240 - Bank Raya HUT Pekanbaru Ke-240 - Bank Raya](/assets/ads/24062024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_smzx8_1903.jpg)
![](/assets/article/10102019/cakaplah_nd9er_2896_m.jpg)
![](/assets/article/14082023/cakaplahcom_z9wae_13225_m.jpg)
![](/assets/article/10062024/cakaplahcom_kvvet_15396_m.jpg)