PEKANBARU (CAKAPLAH)-Mantan Kepala Cabang Pembantu (Capem) Bank Syariah Mandiri (BSM), Pangkalan Kerinci Ahmad Wahyu Qusyairi, dituntut hukuman 14 tahun penjara. Terdakwa dinilai terbukti bersalah melakukan kredit fiktif yang merugikan negara lebih dari Rp31 miliar.
Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Alexander Josua, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (9/10/2023) petang. Selain, Ahmad, JPU juga menuntut terdakwa Mawardi selaku debitur di BSM Pangkalan Kerinci dengan penjara 14 tahun.
Kedua terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Menuntut terdakwa Ahmad Wahyu Qusyairi dan Mawardi dengan pidana penjara masing-masing selama 14 tahun, dipotong masa tahanan sementara yang telah dijalankan," ujar JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Iwan Irawan, dengan hakim anggota Yuli Artha Pujayotama dan Adrian HB Hutagalung.
Selain penjara, JPU juga menghukum kedua terdakwa membayar denda masing-masing sebesar Rp500 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayarkan dapat diganti hukuman kurungan selama 9 bulan.
Hanya saja, terdakwa Mawardi dijatuhi hukuman tambahan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp31,8 miliar. Satu bulan setelah putusan inkrah, harta benda terdakwa Mawardi disita dan dilelang untuk mengganti kerugian negara.
"Jika tidak punya harta, maka terdakwa dapat mengganti hukuman dengan pidana kurungan selama 4 tahun," tutur JPU.
Atas tuntutan itu, terdakwa mengajukan pembelaan atau pledoi pada persidangan pekan depan. "Kami mengajukan pembelaan," tutur penasehat hukum terdakwa, Irwan.
Diketahui, dugaan korupsi tersebut terkait pembiayaan KUR kepada 109 nasabah atau debitur di
BSM Cabang Pembantu Pangkalan Kerinci tahun 2012 senilai Rp41,4 miliar. Sementara kerugian
negara yang ditimbulkan dalam perkara ini adalah sebesar Rp31.824.157.621.
Sebanyak 109 nasabah atau debitur menyatakan, kredit itu diajak oleh tersangka Mawardi dengan
dalil nanti mendapatkan kebun sawit di empat lokasi di antaranya di Belilas, Dayun, dan ada dua
lokasi lain. Namun faktanya, para debitur itu tidak pernah melakukan pengikatan kredit. Mereka
hanya menyerahkan bukti-bukti identitas.
Proses pengajuan kredit seperti ini, dikenal dengan istilah kredit topengan. Yakni, pengajuan kredit
dengan menggunakan nama orang lain dan uangnya dikuasai atau digunakan seluruhnya oleh orang
lain yang bukan debitur.
Penulis | : | Ck2 |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Pelalawan |