Apriyan D Rakhmat
|
Kondisi daerah aliran sungai (DAS) Indragiri dalam lebih dua dekade terakhir menunjukkan keadaan yang berada dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Keadaan ini ditandai dengan semakin menurunnya kualitas DAS dari tahun ke tahun yang ditandai dengan semakin tercemarnya air sungai serta pendangkalan air sungai akibat berbagai aktivitas di hulu sungai dan sepanjang aliran Sungai Indragiri, baik berupa aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI), penebangan hutan secara liar (illegal logging), alih fungsi lahan di hulu dan sekitar DAS, serta berbagai aktivitas lainnya yang dilakukan oleh manusia.
Keberadaan sungai bagi masyarakat Kuansing mempunyai peranan yang sangat berarti bagi kehidupan, tidak hanya dari aspek lingkungan, namun juga dari aspek ekonomi, sosial dan budaya. Dahulunya sungai adalah sebagai sarana transportasi penting yang menghubungkan satu desa/kecamatan ke desa/kecamatan lainnya di Kuansing, baik untuk mengangkut barang-barang dan hasil pertanian maupun untuk mobilitas penduduk.
Selain itu sungai juga adalah tempat untuk mandi, mencuci pakaian dan sumber air bersih yang sangat diandalkan dahulunya. Di dalam sungai juga hidup berbagai fauna khususnya ikan, udang, lengkitang, cipuik, lokan dan biota airnya yang bernilai tinggi dan dijadikan sebagai sumber protein dan mata pencaharian oleh masyarakat. Sungai juga mengandung berbagai bahan tambang dan mineral seperti emas, batu dan pasir yang diperlukan untuk bahan baku industri, perhiasan dan bangunan.
Kemudian, secara sosial-budaya, sungai juga merupakan sarana bagi masyarakat untuk saling bertemu dan bercengkerama khususnya berkaitan dengan budaya Pacu Jalur yang sudah berlangsung 100 tahun lebih. Bagi orang Kuansing, kurang afdhol jika tidak ikut menyaksikan budaya Pacu Jalur, baik masyarakat lokal maupun para perantau. Bahkan pulang kampung ketika Pacu Jalur sudah dijadwalkan jauh-jauh hari bagi perantau.
Sungai Indragiri juga mempunyai potensi sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Berdasarkan hasil kajian JICA tahun 1995, pembangunan bendungan (DAM) di Lubuk Ambacang yang pernah diusulkan oleh BWSS III Sumatera pada tahun 2015, dapat menghasilkan 114 megawat tenaga lsitrik.
Kini, fungsi sungai sebagaimana yang diuraikan di atas sudah semakin merosot. Fungsi lingkungan sebagai sarana transportasi, mandi, mencuci pakaian dan sumber air bersih sudah tinggal nostalgia dan kenangan masa lalu. Fungsi ekonomi sebagai penghasil sumber protein dan mata pencaharian sebagai penangkap ikan juga semakin menghilang.
Begitu juga dengan sumber bahan baku kerikil dan pasir yang juga semakin menipis stoknya dari tahun ke tahun. Yang tertinggal mungkin hanya sumber mineral berupa potensi emas yang masih tersisa dan diperebutkan di sepanjang DAS Indragiri.
Mencermati keadaan ini, pada Jum’at (03/05/2024) pukul 20.00 Wib hingga 23.00 Wib telah dilakukan diskusi oleh Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS) secara online via zoom meeting dengan tema Kondisi dan Permasalahan Sungai Kuantan (Indragiri) dan Upaya Mitigasi Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan dengan menghadirkan dua nara sumber, yaitu Ir. Harlon Sofyan, M.Si dari Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III Sumatera, dan Anton Sudarwo dari BPDAS Indragiri Rokan, serta pemantik diskusi Prof. Dr. Asdi Agustar, M.Sc, Dosen Pascasarjana Perencanaan Wilayah dan Desa dari Universitas Andalas Padang.
Diskusi ini dihadiri juga oleh Kadis PUPR Kabupaten Kuantan Singingi, Kadis KLH Kabupaten Kuantan Singingi, anggota legislator dapil Kuansing Dr. Mardianto Manan, MT, Ketua Fordas Propinsi Riau, Ir. H.Hardison, M.Si, tokoh masyarakat Kuansing dari berbagai daerah di Tanah Air, serta anggota masyarakat lainnya yang berminat berkaitan isu dan masalah DAS Indragiri.
Isu dan Masalah
Berdasarkan pemaparan makalah dari nara sumber dan diskusi dapat disimpulkan bahwa isu dan masalah DAS Indragiri yang mempunyai luas sebesar 22.450,80 Km2, dengan jumlah penduduk 1.681.536 jiwa dan potensi air 29,44 milyar m3/tahun (Permen PUPR No. 4 Tahun 2015), terbentang dari hulu di Sumatera Barat hingga Kabupaten Kuantan Singingi di bagian tengah dan di Kabupaten Indrgiri Hulu di bagian hilir, meliputi enam hal utama, yaitu berkaitan dengan bencana banjir, aliran debris, abrasi pantai, gempa dan tsunami; alih fungsi lahan; lahan kritis; pencemaran air sungai; penambangan liar, dan sedimentasi.
Tingginya curah hujan di wilayah Sungai Indragiri bagian hulu dan bagian tengah, surplus neraca air pada bulan-bulan basah, pertemuan beberapa anak sungai di bagian hulu, alih fungsi lahan hutan di zona tangkapan air, pengaruh pasang surut khususnya di bagian hilir wilayah Sungai Indragiri, aktivitas di tepi sungai yang menyebabkan abrasi pengikisan tebi sungai, serta tumbuhnya gulma air pada badan air Sungai Indragiri dan anak sungai menjadi faktor penyebab banjir.
Alih fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya seluas lebih dari 175.000 Ha (yang sebagian diantaranya tidak memperhatikan konservasi) untuk pemukiman, kegiatan perkebunan, hutan tanaman industri (industri kayu), dan pertanian lahan kering, termasuk aktivitas masyarakat dan industri di bantaran sungai yang terjadi di bagian hulu, tengah dan hilir secara tidak terkendali berpotensi menyebabkan bencana banjir dan genangan.
Lahan kritis di wilayah Sungai Indragiri diperkirakan bertambah lebih dari 375.500 Ha. Pembukaan hutan sekunder untuk keperluan lahan pertanian dan kebun penduduk telah menyebabkan terbentuknya lahan-lahan kritis oleh karena lahan garapan tersebut tidak dipelihara dengan baik dan ditinggalkan untuk berpindah ke lokasi lainnya. Lahan yang ditinggalkan berubah menjadi semak belukar dan alang-alang, sehingga tidak mampu menahan air lebih lama untuk diserapkan ke dalam tanah.
Kegiatan industri hulu yang mengolah sumberdaya hutan, perkebunan, dan pertambangan, seperti industri pengolahan kelapa sawit (PKS), permukiman penduduk, kegiatan komersial dan jasa, dan lainnya yang membuang limbahnya ke badan sungai telah menurunkan kualitas air sungai.
Makin maraknya kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI) khususnya di wilayah Sungai Indragiri bagian tengah di daerah Lubuk Ambacang dan kecamatan lainnya yang tidak mematuhi aturan/prosedur penambangan yang baik menyebabkan pencemaran air. Disamping itu, abrasi dan longsoran tebing sungai akibat alih fungsi lahan menyebabkan kerusakan fisik badan air.
Solusi
Lantas bagaimana solusinya? Perlu komitmen yang tinggi dari seluruh stakeholder pembangunan, baik pemerintah, swasta dan masyarakat sesuai dengan kapasitasnya masing-masing untuk menjaga dan melestarikan keberadaan DAS Indragiri supaya dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Keterpaduan dan kebersamaan pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS adalah kunci keseimbangan ekosistem DAS.
Kata kunci mencapai keterpaduan adalah koordinasi, di tingkat pusat adalah Dewan Sumberdaya Air Nasional, dan di tingkat Wilayah Sungai adalah Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA). Harus ada usaha yang holistik dan terkoordinasi antara kegiatan yang ada di hulu, tengah dan hilir.
Secara teknis untuk mengembalikan fungsi DAS Indragiri diantaranya adalah dengan melakukan rehabilitasi hutan dan lahan di kawasan DAS Indragiri, melalui reboisasi dan penghijauan; pembangunan pengaman tebing; perkuatan tebing genangan bendung, pengerukan sungai dan yang lainnya. Selain itu adalah dengan penertiban berbagai kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI) di sepanjang Sungai Indragiri.
Penerapan dan penegakan hukum berbagai regulasi terkait pengelolaan DAS seperti UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, PP 37/2012 tentang Pengelolaan DAS, UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU 41/199 Jo UU 19/2004 tentang Kehutanan dan Undang-Undang lainnya berkenaan Pokok-pokok Agraria, Konservasi SDA Hayati, Pertambangan Mineral dan Batubara, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Sistem Budidaya Tanaman, Peternakan dan Kesehatan Hewan, Hortikultura dan Energi.
Termasuk juga dengan dukungan dan partisipasi aktif dari masyarakat untuk menjaga kelestarian sungai dengan tidak membuang sampah secara sembarangan ke badan sungai.
DAS Indragiri-Akuaman termasuk ke dalam kategori Wilayah Sungai Lintas Provinsi yang tugas, tanggung jawab dan kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya air berada di tingkat pusat, sehingga dalam hal ini Pemkab Kuansing dan Pemkab Indragiri Hulu termasuk Propinsi Sumatera Barat yang termasuk ke dalam wilayah DAS Indragiri-Akuaman harus bahu-membahu untuk dapat meyakinkan pemerintah pusat agar lebih serius lagi untuk memberikan berbagai pendanaan melalui APBN di dalam pengelolaan DAS Indragiri Akuaman.
Menurut penjelasan Ir. Harlon Sofyan, M.Si dari BWSS III Sumatera dan Bapak Anton Sujarwo dari BPDAS Rokan Indragiri pendanaan untuk pengelolaan DAS Indragiri masih jauh dari kebutuhan. Peranan anggota legislator ditingkat pusat (DPR ) serta dukungan dari Pemkab dan masyarakat sangat penting untuk mendukung berbagai kebijakan untuk pengelolaan DAS Indragiri. Dalam diskusi juga muncul wacana untuk mewujudkan otoritas pengelolaan DAS Indragiri sebagaimana DAS lainnya di Pulau Jawa.
Secara umum, tujuan pengelolaan DAS adalah; (1) Terkendalinya hubungan timbal-balik SDA dan SDM (kegiatan) guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan manusia, (2) Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan dan keserasian dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS. Sedang secara khusus, tujuannya adalah; (1) Terciptanya kondisi DAS yang optimal; hasil air yang memadai (waktu, ruang, jumlah, mutu) dan terkendalinya erosi, sedimentasi, banjir, dan kekeringan, (2) Meningkatnya produktivitas lahan dan lingkungan hidup, (3) Meningkatnya kesadaran, kemampuan dan partisipasi masyarakat, (4) Tertatanya kelembagaan pengelolaan DAS, dan (4) Terwujudanya pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Penulis | : | Apriyan D Rakhmat, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru |
Editor | : | Unik Susanti |
Kategori | : | Cakap Rakyat, Riau |