ilustrasi
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mendorong aparat penegak hukum (APH) menggunakan Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam menangani kasus pidana kekerasan seksual.
"UU TPKS sudah dapat langsung diterapkan dan digunakan APH. APH dapat menggunakan UU tersebut dalam melakukan penindakan terhadap kasus TPKS delik pidana maupun hukum acaranya sebagaimana yang diatur dalam UU TPKS," kata Willy di Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Dia mengatakan, Panitia Kerja (Panja) penyusunan RUU TPKS telah selesai melaksanakan tugasnya setelah pengambilan keputusan dalam pembicaraan tingkat I di Badan Legislasi bersama Pemerintah.
"Selanjutnya seluruh pihak, mulai dari anggota DPR baik secara perorangan maupun sesuai dengan penugasan di komisi terkait, sama-sama melakukan pengawasan dalam pelaksanaan UU TPKS," ujarnya.
Dia menjelaskan, kewenangan DPR dalam upaya penegakan UU TPKS adalah melakukan fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi
Menurut Willy, fungsi pengawasan DPR dapat langsung dilakukan komisi terkait ketika UU TPKS diundangkan, misalnya Komisi VIII DPR bisa mengawasi dan memastikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di seluruh kabupaten/kota dan provinsi
Hal itu menurut dia diatur dalam Pasal 90 UU TPKS yaitu paling lambat 3 tahun, dan memastikan dibentuknya dana bantuan bagi korban seperti diatur dalam Pasal 35 UU TPKS dengan Peraturan Pemerintah.
"Selain itu, mereka juga bisa memastikan pemerintah untuk membentuk Pelayanan Terpadu sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 72-75 yang diatur dengan Peraturan Presiden; memastikan hak korban atas Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan sejak terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban," ujarnya.
Willy menjelaskan, Komisi III DPR juga bisa mengawasi dan memastikan APH dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan bekerja sesuai dengan yang diatur dalam UU TPKS.
Menurut dia, Komisi III DPR juga harus memastikan dibentuknya unit khusus pengaduan korban TPKS di seluruh struktur kepolisian dan kejaksaan, memastikan LPSK agar langsung berkolaborasi dengan APH dan UPTD PPA dalam memastikan hak-hak korban terpenuhi.
"Komisi IX DPR bisa mengawasi dan memastikan visum dan layanan kesehatan diberikan rumah sakit dan unit layanan kesehatan lainnya dengan pendanaan yang disediakan dari APBN dan APBD sebagaimana diperintahkan dalam Pasal 87 UU TPKS," katanya.
Dia mengatakan, untuk alat kelengkapan dewan (AKD) yang lain, harus dapat memastikan para mitra kerja membentuk unit atau peraturan internal yang bertujuan untuk mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual di lembaga masing-masing.
Menurut dia, bidang anggaran, DPR juga bisa mengoptimalkan fungsi anggarannya dengan memastikan alokasi anggaran untuk pelaksanaan UU TPKS bisa berjalan dengan baik, melalui rapat-rapat mengenai penentuan anggaran dengan kementerian/lembaga terkait.**