Ilustrasi.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Sistem zonasi saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dikeluhkan warga. Keluhan itu disinyalir lantaran masih minimnya fasilitas pendidikan atau sekolah di beberapa tempat, khususnya di Kota Pekanbaru.
Kondisi itu tidak ditampik Ketua Komisi V DPRD Riau yang membidangi pendidikan Robin Hutagalung. Ia mencontohkan, warga Kelurahan Kampung Dalam dan sekitarnya keluhkan tidak kebagian jatah zonasi untuk anak-anak mereka.
Keluhan warga kelurahan Kampung Dalam diakibatkan sistem zonasi yang dirasa dan tidak menyentuh warga kelurahan tersebut. Di wilayah itu, sekolah negeri terdekat satu-satunya hanya SMA Negeri 7 Pekanbaru.
Ia menyebut, jika mengikuti jalur zonasi, cakupan SMA 7 hanya sampai Hotel Mutiara. Kondisi itu membuat warga kelurahan Kampung Dalam dan sekitarnya yang mendaftarkan putra-putrinya ke SMA 7 melalui jalur zonasi, merasa kecewa lantaran sudah kehabisan jatah.
"Zonasi kampung dalam masuk zonasi SMA 7, tapi dari SMA 7, Jalan Kapur ditarik ke Hotel Mutiara itu sudah habis semua. Sehingga Kampung Bandar sampai Kampung Dalam gak kebagian, padahal itu zonasi mereka," kata Robin Hutagalung, Kamis (14/7/2022).
Robin menyebut, warga sekitar tentu merasa dirugikan. "Nah sehingga kan dirugikan mereka karena zonasi ini, sangat dirugikan," ucap Robin.
Menurut Robin, ada baiknya jalur zonasi untuk tahun depan tidak hanya dihitung permeter, melainkan ada persentase per kelurahan juga. "Jadi menurut saya tahun depan itu akan mencoba bicara dengan pemerintah provinsi. Zonasi boleh tapi juga terwakili persentase dari kelurahan-kelurahan sekitarnya," kata Robin.
Sebelumnya, Robin Hutagalung mengungkap ada 12 ribu lebih tamatan SLTP yang tidak tertampung. Sebab, dari 20 ribu tamatan SLTP Negeri, daya tampung untuk lanjut ke SLTA hanya sekita 7 ribu saja.
"12 ribu tentu menjadi masalah. Tapi kita maklumi juga kalau ledakan tamatan SMP ini tidak sebanding dengan daya tampung dari jumlah SMA dan SMK," kata Robin.
Ia berharap, memang memberdayakan sekolah swasta itu. Ia juga sudah imbau Dinas Pendidikan, bagaimana SMA swasta itu bisa menampung khususnya jalur afirmasi, atau jalur tidak mampu yang dibiayai oleh provinsi. Ini salah satu untuk mengurangi lulusan SMP yang tidak tertampung.
"Anak yang lain itu memang persoalan yang kita hadapi saat ini. Kita hanya bisa prihatin. Makanya kita mendorong, Pemprov membuat Ruang Kelas Baru (RKB), seperti misalnya di SMA 16 mereka hanya memiliki 4 ruang kelas," kata dia.
Ditanya apakah kondisi itu merupakan bentuk kegagalan pemerintah menyediakan fasilitas pendidikan, terlebih ada SILPA atau uang tidak terpakai hampir sebesar Rp1 triliun, Ia mengaku tidak melihat ke arah itu.
"Saya tidak melihat kesitu. Kita komisi V, rapat tentang itu. Kita minta supaya membangun sekolah baru, bukan RKB saja. Tapi memang tidak mudah. Bahwa ketersediaan lahan terbatas," kata dia.
Misalnya, di Kecamatan Payung Sekaki. Di Payung Sekaki itu hanya ada satu, yaitu SMA Negeri 2. Sementara penduduk padat. Komisi V mendorong agar dibangun sekolah, sehingga itu tertampung.
"Kepala dinas tadi sudah menjelaskan, tahun 2023 ini mereka akan membangun sekolah baru di Pekanbaru. Harapan kita 10 sekolah baru dibangun, itu pun belum bisa menampung melihat 12 ribu tadi," jelasnya.
Penulis | : | Delvi Adri/Susan |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pendidikan, Riau |