Ratusan warga unjuk rasa di Kantor Kebun PT Torganda
|
ROHUL (CAKAPLAH) - Ratusan anak kemenakan Suku Melayu Tambusai, Kuala Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Kebun Torganda Selasa (16/1/2024). Mereka menyampaikan mosi tak percaya terhadap manajemen PT Torganda yang selama ini mengelola Kebun Plasma Persukuan Melayu Tambusai di wilayah tersebut.
Msyarakat juga mengungkapkan niat kuat untuk mengambil alih sendiri pengelolaan lahan perkebunan sebagai langkah untuk menyelamatkan kebun dan meningkatkan kesejahteraan.
Ketidakpuasan masyarakat timbul akibat ketidaktransparanan manajemen PT Torganda terkait biaya operasional perawatan kebun yang terus meningkat, sementara hasil kebun menunjukkan tren penurunan. Dalam aksi protes ini, mereka juga menyampaikan rencana untuk mengirim surat kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di bawah Kementerian Keuangan untuk meminta audit independen terhadap pengelolaan kebun plasma oleh PT Torganda.
Azali, Sekdes Mahato, mengungkapkan kekecewaan. "Dulu, harga sawit hanya Rp920 pada zaman pak DL Sitorus, namun hasilnya mencapai lebih dari Rp3 juta. Sekarang, meski harga sawit naik menjadi Rp.2.000/Kg, hasil yang diterima masyarakat hanya Rp800 ribu. Apakah ini wajar?," ujar Azali.
Datuk Bandaro Persukuan Melayu Tambusai Kuala Mahato Ansri S.pd menjelaskan bahwa lahan Persukuan Melayu Tambusai telah dijalankan dalam kerjasama dengan PT Torganda sejak 1998 melalui Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Dalam kesepakatan awal, masyarakat mendapatkan 60 Persen Hasil, sedangkan perusahaan mendapatkan 40 Persen hasil dari luas lahan 1.900 Ha. Masyarakat memiliki lahan Plasma seluas 1.083 Ha, terbagi di Afdeling 14 (800 Ha) dan Afdeling 7 (200 Ha), dengan jumlah peserta mencapai 600 orang.
Pada awal kerjasama, komitmen perawatan kebun dan pemupukan, termasuk pembayaran hasil kebun plasma di pertengahan bulan, berjalan baik. Namun sejak tahun 2017, kebun Pola Plasma tidak lagi terurus sehingga hasilnya jauh dari standar perkebunan.
"Kebun tidak terawat, pembayaran hasil sering diundur, dan hasil semakin kecil. Ini keluhan masyarakat, jika dibandingkan dengan Kebun Plasma lain di Rohul, sangat jauh. Inilah yang membuat kami ingin mengambil alih kebun ini dan mengelolanya sendiri agar hasilnya meningkat seperti Kebun Plasma lainnya di Rohul," ungkap Datuk Bandaro.
Kepala Desa Mahato, Firiadi, menyatakan bahwa keinginan masyarakat untuk mengelola sendiri kebun plasma yang selama ini bekerja sama dengan PT Torganda telah melalui musyawarah datuk adat bersama anak kemenakan. Firiadi menegaskan bahwa pemerintah desa menerima banyak laporan dan keluhan dari masyarakat Mahato yang prihatin terhadap kondisi kebun plasma persukuan Melayu Tambusai Kuala Mahato yang kini mulai hancur karena tidak terawat. Apalagi, sejak di kelola manajemen baru, PT Torganda sering kali membuat kebijakan yang merugikan peserta Kebun Plasma.
"Banyak laporan masyarakat selama kebun di kelola oleh manajemen baru, ada kebijakan yang dibuat sesukanya. Salah satu contohnya terkait PHK karyawan yang pembayaran pesangonnya dibebankan kepada anggota pola PIR. Ini tidak masuk akal, karena mereka mem-PHK bukan atas kesepakatan dengan peserta pola PIR, melainkan kebijakan perusahaan. Tetapi anehnya, itu dibebankan kepada anggota," ungkapnya.
Firiadi menilai langkah untuk mengambil alih kebun plasma dari pengelolaan PT Torganda sangat tepat untuk menyelamatkan kebun tersebut. Dengan pengelolaan sendiri, diharapkan hasilnya bisa maksimal dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Kuala Mahato.
"Kami pemerintah desa Mahato sangat mendukung lahir dan batin, karena jika kondisi ini dibiarkan terus, 10 tahun ke depan, anak kemenakan kami yang ada di desa Mahato bisa-bisa jadi gembel," tutupnya.
Penulis | : | Ari Ezwindra |
Editor | : | Unik Susanti |
Kategori | : | Kabupaten Rokan Hulu, Riau, Hukum, Peristiwa |