![Kelmi April 2024 Kelmi April 2024](/assets/ads/14042024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_2jfj3_1859.jpg)
![]() |
Dr. (H.C.) H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM.
|
Belum lama ini, tertanggal 30 Mei 2024, Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara. Beleid barusan memicu kontroversi. Pasalnya Pemerintah memberi ruang kepada Organisasi Masyarakat (Ormas) -khususnya Ormas keagamaan- menerima izin pengelolaan tambang. Versi lengkap bunyi pasal yang disisipkan di PP menyebutkan: Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran prioritas kepada badan usaha yang dimiliki Ormas keagamaan. WIUPK dimaksud adalah eks Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B).
Selain itu, kepemilikan saham Ormas keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas serta tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri. Badan usaha Ormas juga dilarang bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya. Jangka waktu penawaran WIUPK terhitung lima tahun sejak PP berlaku. Mengacu ke bagian penjelasan PP, disebutkan tujuan pemberian izin ke Ormas demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemberdayaan Ormas keagamaan.
Ketika ditanya soal PP oleh wartawan, sejumlah Ormas keagamaan menjawab tak ikut cawe-cawe. Karena tugasnya sebatas memberi pelayanan agama dan tak punya kemampuan jalankan usaha tambang. Setakad ini Ormas pertama terang-terangan minta izin tambang ke Pemerintah baru Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), setelah sebelumnya ditawari oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Permohonan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PBNU di Kalimantan Timur bahkan sedang diproses di kementerian terkait. Di luar tanggapan pihak Ormas, kalangan berkompeten bersikap sama.
Ketua Komite Tetap Minerba Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arya Rizqi Darsono mengatakan, prioritas pemberian izin tambang kepada Ormas keagamaan tak sejalan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Menurutnya, UU tegas mengatur prioritas IUPK hanya untuk BUMN/BUMD. Sementara bagi badan usaha swasta melalui proses lelang dan harus memenuhi semua persyaratan. Tidak bisa diberikan begitusaja. Apalagi dalam proses lelang ada hak negara berupa PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari Kompensasi Data dan Informasi (KDI). Jika tidak dijalankan secara prosedural bisa menimbulkan kerugian negara.
Selain itu, hal lain dipertanyakan ahli apakah PP 25/2024 telah memenuhi syarat kepatutan sebuah peraturan? Kembali ke argumentasi pihak Kadin di atas, lebih lanjut yang dikritik adalah konsistensi dengan peraturan lebih tinggi. “Kalau mau melaksanakan kebijakan Ormas bisa kelola tambang, Pemerintah perlu merevisi UU Minerba”. Berkaitan prosedur penyusunan regulasi, Kami yang pernah duduk di Panitia Khusus (Pansus) Perda Pemberdayaan Ormas DPRD Provinsi Riau tak habis pikir. Kenapa penyusunan regulasi di Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) seringkali amburadul? Sama halnya dulu sewaktu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu Ormas), tampak terburu-buru dan sembrono. Targetnya seolah cuman mau menyasar segelintir Ormas kayak FPI.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah pernah mewajibkan Ormas untuk mendaftar. Padahal di UU tentang Ormas yang kemudian diperkuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Ormas bisa berbadan hukum atau tidak. Artinya tidak boleh diwajibkan mendaftar. Asbab bertentangan dengan Pasal 28 ayat 3 UUD 1945 yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul. Begitupula Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan Presiden Jokowi di tahun 2022, oleh ahli hukum disebut bentuk pembangkangan Pemerintah paska MK memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional.
Tidak Konsisten?
Kami selaku representasi rakyat mengapresiasi itikad Pemerintah dibalik PP 25/2024. Meski begitu maksud baik mesti selaras dan berkesesuaian. Baik dari sisi filosofis dan historis kehadiran Ormas hingga hal paling mendasar kajian mudharat dan maslahat bagi bangsa. Pertama, menyoal Ormas semua sepakat perlunya Negara mengakui eksistensi Ormas. Terlebih yang mengabdikan organisasinya sejak lama. Namun bentuk pengakuan yang diharapkan harus melalui cara dan pendekatan yang tepat. Memberdayakan Ormas itu penting mengingat peran mereka begitu sentral. Tinggal caranya. Sehingga kebijakan dihasilkan tidak terkesan sesuka hati apalagi sampai kontraproduksi.
Kami memandang pemberian izin tambang tidak pas kalau alasannya untuk memandirikan Ormas. Toh sejarah bangsa mencatat Ormas di negeri ini selalu punya cara berdiri di atas kaki sendiri dan teruji berkontribusi jauh sebelum Republik Indonesia lahir. Sebut diantaranya Boedi Oetomo dan Indische Partijdi di bidang pendidikan, Sarekat Islam di bidang ekonomi, Lazkar Hizbullah mengonsolidasi gerakan militer sekaligus cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan tentunya Ormas terkemuka Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Menyoal Ormas Muhammadiyah boleh dibilang paling mandiri dan menonjol sumbangsihnya di berbagai dimensi. Mulai keagamaan, pendidikan PAUD hingga perguruan tinggi, kesehatan, ekonomi dan sebagainya. Lembaga pendidikan pun melebar ke luar negeri.
Kedua, penggunaan kata “kesejahteraan masyarakat” sebagai dalih penerbitan PP 25/2024 juga mengundang pertanyaan. Bukankah supaya kekayaan sumber daya mineral Indonesia dapat dirasakan dampak dan manfaatnya oleh rakyat maka sudah seharusnya dikelola secara baik dan profesional? Wajar muncul skeptisme bahwa menyerahkan pengelolaan sektor tambang ke badan usaha Ormas dinilai berisiko. Sebab Sumber Daya Manusia (SDM) Ormas tidak memadai segi pengetahuan dan kompetensi di bidang pertambangan.
Menurut ahli pertambangan, PP 25/2024 malah kontraproduktif dan langkah mundur agenda optimalisasi program hilirisasi yang getol dikampanyekan Presiden Jokowi. Tata kelola pertambangan idealnya didasari semangat membenahi tata kelola pertambangan agar lebih baik. Jangankan Ormas, perusahaan yang malang melintang di dunia pertambangan saja kerap memunculkan problem. Mulai konflik dengan masyarakat tempatan, aktivitas tambang merusak lingkungan serta insiden kecelakaan pekerja.
Perihal disinggung terakhir Riau pernah disorot mengingat lonjakan angka kecelakaan kerja. Kendati perusahaan pertambangan yang sudah eksis mengantongi beragam perizinan dan sertifikat standar keselamatan, tetap saja sulit mengontrol situasi dan kondisi di lapangan. Apatah lagi ditambah Ormas, maaf cakap, tak punya basic dan pengalaman mengelola bisnis sekompleks pertambangan. Terlepas apakah kemunculan PP 25/2024 politik balas budi atau memang wujud perhatian Negara, kita kasihan bila nantinya Ormas keagamaan dan masyarakat berkonflik. Atau pengurus Ormas terseret masalah hukum akibat terjebak peraturan yang tidak dikaji secara matang. Ujung-ujungnya kredibilitas Ormas keagamaan rusak di mata masyarakat.
Penulis | : | Dr. (H.C.) H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. (Anggota DPRD Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |
![Idulfitri 1445 Riau Petroleum Idulfitri 1445 Riau Petroleum](/assets/ads/23042024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_fkkh2_1863.jpg)
![](/assets/news/01062024/cakaplahcom_52xqd_111102_s.jpg)
![](/assets/news/16052024/cakaplahcom_zfgph_110500_s.jpeg)
![](/assets/news/07052024/cakaplahcom_smt2x_110180_s.jpg)
![](/assets/news/01062024/cakaplahcom_uspqk_111093_s.jpg)
![](/assets/news/27052024/cakaplahcom_jdeym_110889_s.jpg)
![](/assets/news/10032024/cakaplahcom_uunf9_108307_s.jpg)
![](/assets/news/26042024/cakaplahcom_ygz3d_109785_s.jpg)
![](/assets/news/20052024/cakaplahcom_bytfv_110670_s.jpg)
![](/assets/news/18052024/cakaplahcom_8erc3_110600_s.jpg)
![](/assets/news/25042024/cakaplahcom_sc2zg_109740_s.jpg)
![](/assets/news/11022024/cakaplahcom_nuyvb_107289_s.jpg)
![](/assets/news/10042024/cakaplahcom_jdptx_109315_s.jpg)
![](/assets/news/08022024/cakaplahcom_xp9ja_107208_s.jpg)
![](/assets/news/14022024/cakaplahcom_ye4pq_107398_s.jpg)
![](/assets/news/28032024/cakaplahcom_g8f5e_108924_s.jpg)
![](/assets/news/31012024/cakaplahcom_cu69x_106921_s.jpg)
![](/assets/news/27122023/cakaplahcom_7hyha_105677_s.jpg)
![](/assets/news/11012024/cakaplahcom_kr6ww_106193_s.jpg)
![](/assets/news/26012024/cakaplahcom_jxgzb_106741_s.jpg)
![](/assets/news/23122023/cakaplahcom_t8xrv_105586_s.jpg)
![](/assets/news/01042024/cakaplahcom_kgcgf_109053_s.jpg)
![](/assets/news/05022024/cakaplahcom_22bqm_107118_s.jpg)
![](/assets/news/03012024/cakaplahcom_qskzt_105913_s.jpg)
![](/assets/news/14122023/cakaplahcom_vycqm_105317_s.jpg)
![](/assets/news/08052024/cakaplahcom_vp3bk_110224_s.jpg)
![](/assets/news/14092023/cakaplahcom_avjyb_102464_s.jpg)
![](/assets/news/14052024/cakaplahcom_sccbq_110412_s.jpg)
![](/assets/news/21122023/cakaplahcom_t6kfu_105508_s.jpg)
![](/assets/news/21042024/cakaplahcom_arx6d_109603_s.jpg)
![](/assets/news/08022024/cakaplahcom_zj3cs_107202_s.jpg)
![cakaplah-mpr.jpeg](/assets/cakaplah-mpr.jpeg)
![](/assets/article/26102023/cakaplahcom_vh89x_13771_m.jpg)
![AMSI AMSI](/assets/ads/21122017/wwwcakaplahcom_cakaplah_6reuq_191.jpg)
![](/assets/article/07112023/cakaplahcom_axzq2_13880_m.jpg)
![](/assets/article/03072024/cakaplahcom_mj74z_15495_m.jpg)
![](/assets/article/02072024/cakaplahcom_7txpu_15494_m.jpeg)
![](/assets/article/09032023/cakaplah_tfexa_12016_m.jpg)
![](/assets/article/21062024/cakaplahcom_wdv62_15458_m.jpg)
![](/assets/article/29052024/cakaplahcom_lqdmj_15338_m.jpg)
![](/assets/article/03072024/cakaplahcom_cvccu_15496_m.jpeg)
![](/assets/article/08052023/cakaplah_p3fmx_12440_m.jpg)
![](/assets/article/27062024/cakaplahcom_bmmke_15477_m.jpg)
![LW 2 LW 2](/assets/ads/30052024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_wzhwb_1878.jpg)
01
02
03
04
05
![Iklan CAKAPLAH Iklan CAKAPLAH](/assets/ads/17052023/wwwcakaplahcom_cakaplah_sru38_1609.jpg)
![HUT Pekanbaru Ke-240 - Bank Raya HUT Pekanbaru Ke-240 - Bank Raya](/assets/ads/24062024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_smzx8_1903.jpg)
![](/assets/article/10102019/cakaplah_nd9er_2896_m.jpg)
![](/assets/article/14082023/cakaplahcom_z9wae_13225_m.jpg)
![](/assets/article/10062024/cakaplahcom_kvvet_15396_m.jpg)