![Kelmi April 2024 Kelmi April 2024](/assets/ads/14042024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_2jfj3_1859.jpg)
![]() |
Sekretaris Wilayah FKKM Riau, Hasan Supriyanto
|
Keberadaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSKBB) barangkali sudah jarang terdengar dan tidak banyak diketahui publik secara luas. Padahal cagar Biosfer GSKBB merupakan salah satu kawasan lindung yang memiliki peran penting dan strategis tidak hanya dalam aspek konservasi tetapi juga aspek sosial, budaya, ekonomi bahkan politik.
Nilai strategis kawasan ini tidak hanya menjadi perhatian stakeholder dalam negeri tetapi juga menjadi perhatian stakeholder luar negeri karena statusnya sebagai Man and The Biosphere (MAB) UNESCO.
Sekilas penulis sampaikan informasi seputar Cagar Biosfer GSKBB sebelum mengulas lebih jauh. Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSK-BB) terletak di Provinsi Riau,. Luas wilayahnya kurang lebih 705.271 hektar dengan perincian kawasan inti : 179.000 hektar, zona penyangga: 222.000 hektar, daerah transisi: 304.000 hektar. Kawasan ini ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh MAB-UNESCO pada tahun 2009. Secara administrasi terletak di Kabupaten Bengkalis (66%), di Kabupaten Siak (30%) dan Kota Dumai (4%).
Kawasan ini terdiri dari ekosistem hutan rawa gambut utama dan sejumlah danau kecil. Beragam populasi satwa liar hidup dan berada di dalam Cagar Biosfer GSKBB yang saat ini menghadapi ancaman akibat hilangnya habitat, perburuan liar, dan konflik manusia-satwa liar. Untuk itu diperlukan strategi kolaboratif dan keterlibatan pemangku kepentingan.
Mendengar Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu, sudah pasti meyakini bahwa kawasan ini merupakan kawasan lindung atau kawasan konservasi. Karena memang secara status, kawasan ini merupakan kawasan suaka margasatwa yaitu Giam Siak Kecil dan Bukit Batu.
Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil ditunjuk pertama kali berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Riau Nomor Kpts.342/XI/1983 dengan luas sekitar 50.000 hektar, diikuti penunjukan oleh Menteri Kehutanan melalui Keputusan Nomor 173/Kpts-II/1986 dengan luas 84.967 hektar.
Selanjutnya dengan keputusan yang lain menyesuaikan perkembangan waktu, termasuk penunjukan sebagai suaka margasatwa bagi perlindungan hidupan liar khususnya mamalia besar, yaitu Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Beruang madu, Tapir, serta perlindungan tumbuhan Giam.
Fenomena menarik lainnya dari kawasan ini adalah keberadaan Dunsun Bagan Boneo yang berada didalam zona inti Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil. Dusun ini berpenduduk 1.512 jiwa dan secara administratif berada di wilayah Desa Tasik Serai, Kecamatan Tualang Mandau, Kab. Bengkalis. Mayoritas penduduk Bagan Boneo adalah suku Melayu (99,9%) dengan mata pencaharian nelayan, dan berkebun karet serta usaha lainnya. Karena berada dalam kawasan hutan, sarana penunjang seperti pelayanan Kesehatan, pendidikan dan aksesibilitas masih sangat terbatas.
Salah satu satwa yang dirisaukan warga sekitar kawasan adalah gajah, karena gajah danggap kerap merusak tanaman pertanian atau perkebunan yang ditanam warga. Saat ini keberaddaan gajah dianggap masyarakat sebagai hama dan layak untuk dimusnahkan.
Akibatnya ruang untuk kehidupan gajah semakin menyempit dan mengecil, apalagi alih fungsi hutan yang merupakan habitat gajah terus terjadi. Masyarakat secara massal berupaya dengan berbagai cara untuk mengusir atau menghalau gajah untuk menjauh, baik dari pemukiman maupun areal pertanian atau perkebunan.
Sebagai sebuah kawasan konservasi, keberadaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu menjadi perhatian banyak pihak. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjadi stakeholder penting dalam pengelolaan kawasan ini.
Salah satu penyebab tingginya perhatian pubik terhadap kawasan ini adalah karena berbatasan langsung dengan wilayah perizinan pengelolaan hutan yang diberikan kepada dunia usaha termasuk perusahaan pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perusahaan pemegang izin Hak Guna Usaha untuk perkebunan.
Situasi dan tantangan yang terjadi di kawasan tersebut antara lain adalah pertumbuhan penduduk akibat migrasi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya tekanan terhadap kawasan dengan alih fungsi lahan yang massif termasuk yang dilakukan dengan perambahan liar atau illegal logging. Peralihan fungsi hutan dan lahan menjadi areal perkebunan kelapa sawit menjadi tidak terkendali.
Di saat yang sama penduduk setempat memiliki keterbatasan kepemilikan lahan. Akibatnya terjadi perebutan ruang atau lahan antara masyarakat setempat dan pendatang.
Tantangan lainnya adalah fungsi hutan yang tidak jelas pada setiap zona, baik zona inti, penyangga dan transisi. Kondisi ini dapat memunculkan konflik dan ketidakpastian hak akses dan kelola masyarakat setempat terhadap sumberdaya hutan. Tumpang tindih dan klaim kepemilikan lahan antara masyarakat setempat, pemerintah dan pihak lain seperti swasta atau dunia usaha juga masih kerap terjadi.
Situasi ini tentu pada akhirnya dapat menyebabkan ketegangan antara stakeholder atau para pihak yang jika terus dibiarkan dapat menimbulkan konflik terbuka. Selain itu, ketika akses masyarakat terhadap sumber daya hutan terbatas, maka berdampak pada mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Disisi lain pemahaman publik, pihak berwenang dan masyarakat sekitar tentang kawasan ini juga masih belum memadai. Secara kelembagaan, kapasitas pengelolaan operasional juga masih lemah. Badan koordinasi yang sudah dibentuk tidak berjalan secara optimal dan belum berfungsi dengan baik. Badan koordinasi pengelolaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu yang dibentuk Pemerintah Provinsi Riau melalui Surat Keputusan Gubernur Riau Nomor Kpts. 7/I/2017.
Akibatnya jumlah tenaga professional yang terlatih tidak mencukupi dan aturan perilaku operasional yang belum ditentukan. Dampak lainnya adalah lemahnya mekanisme pendanaan untuk mendukung operasional badan pengelola yang sudah dibentuk.
Ketika pemahaman masyarakat sekitar yang belum memadai, maka kapasitas atau kemampuan masyarakat juga terbatas seperti pengetahuan, keterampilan dan kemampuan organisasi masyarakat dalam mengelola hutan secara lestari dan produktif. Akibatnya insentif ekonomi yang diperoleh masyarakat juga tidak memadai untuk mendorong terlibat aktif dalam pengelolaan hutan.
Kesempatan masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengelolaan hutan juga belum terbuka luas. Disisi lain masyarakat lokal memiliki pengetahuan dan kearifan tradisional yang sangat berharga dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Padahal, Cagar Biosfer GSK-BB memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan berbasis masyarakat. Dalam kawasan ini terdapat berbagai komoditi unggulan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal, seperti hasil pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan hasil hutan bukan kayu. Selain itu, wilayah cagar biosfer GSK-BB juga kaya akan jasa lingkungan yang dapat dijadikan sumber penghasilan, seperti potensi ekowisata, jasa penyerapan karbon, dan pengelolaan sumber daya air.
Namun diakui potensi ekonomi yang ada belum didukung dengan akses pasar yang menjanjikan. Terbatasnya akses pasar menjadi kendala dalam mengembangkan produk-produk unggulan masyarakat lokal. Diperlukan upaya untuk memperluas jangkauan pemasaran produk dan meningkatkan konektivitas di dalam wilayah Cagar Biosfer agar masyarakat dapat dengan mudah memasarkan hasil produksi. Pemberdayaan masyarakat secara komprehensif juga menjadi tantangan agar masyarakat dapat mengelola potensi ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan.
Berdasarkan uraian di atas, patut diupayakan langkah yang dapat dilakukan sebagai solusi menghadapai berbagai situasi yang ada di kawasan GSKBB sebagai berikut :
Pertama, upaya penegakan hukum sangat diperlukan secara serius dan berkesinambungan, khususnya dalam mengatasi tekanan ekologi perambahan hutan/Illegal logging, alih fungsi lahan dan konflik tenurial.
Pelibatan masyarakat dalam upaya penegakan hukum juga patut dilakukan karena keterbatasan sumberdaya manusia otoritas instansi terkait. Selain itu diperlukan edukasi dan sosialisasi sacara massif ke masyarakat tentang keberadaan kawasan Cagar Biosfer GSKBB termasuk manfaat ekologis dan ekonomisnya. Karena masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahwa areal atau kawasan yang selama ini diketahui termasuk dalam kawasan yang patut dijaga.
Kedua, keinginan dan antusias masyarakat yang tinggi untuk mengembangkan kebun kelapa sawit perlu diantisipasi dengan pengembangan komoditas produktif lainnya yang memiliki potensi dikembangkan termasuk potensi pasarnya. Dukungan teknis seperti pelatihan dan bimbingan teknis, pembuatan demplot hingga menciptakan akses pasar yang berkelanjutan juga perlu diupayakan. Untuk akses pasar, diperlukan peran serta stakeholder lembaga ekonomi atau keuangan seperti Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), Koperasi Unit Desa (KUD) atau yang sejenis.
Ketiga, pembuatan demonstrasi plot (demplot) atau percontohan pada produk ekonomi yang disepakati melalui porses yang partisipatif perlu dilakukan. Pembuatan demplot dilakukan dengan pendekatan secara khusus dengan mempertimbangkan pasarnya. Selain itu, pembuatan demplot diharapkan tidak hanya untuk kepentingan proyek yang sifatnya sesaat.
Keempat, sehubungan dengan kelembagaan badan koordinasi pengelolaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu yang sudah dibentuk dianggap belum optimal, maka diperlukan upaya revitalisasi. Untuk itu diperlukan dialog dan diskusi antara pemangku kepentingan format kelembagaan apa yang ideal dibentuk. Karena secara regulasi tidak ada peraturan atau ketentuan yang secara khusus mengatur kelembagaan ini.
Melalui upaya-upaya tersebut diharapkan kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu dampak memiliki manfaat baik manfaat ekologis maupun ekonomis. Artinya fungsi kawasan hutan dapat terjaga dan kapasitas ekonomi masyarakat meningkat. Slogan hutan lestari dan masyarakat sejahtera dapat terwujud. Pengakuan MAB-UNESCO terhadap kawasan ini tetap terjaga dan citra negara Indonesia dimata dunia dalam pengelolaan hutan juga meningkat.
Semoga
Penulis | : | Hasan Supriyanto, Sekretaris Wilayah Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Wilayah Riau |
Editor | : | Unik Susanti |
Kategori | : | Lingkungan, Riau |
![Idulfitri 1445 Riau Petroleum Idulfitri 1445 Riau Petroleum](/assets/ads/23042024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_fkkh2_1863.jpg)
![](/assets/news/17042022/cakaplah_rfjnq_83704_s.jpg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_8fpun_111899_s.jpg)
![](/assets/news/26062024/cakaplahcom_md2mm_111942_s.jpeg)
![](/assets/news/26062024/cakaplahcom_jxsck_111943_s.jpeg)
![](/assets/news/27062024/cakaplahcom_wq6cc_111984_s.jpg)
![](/assets/news/27062024/cakaplahcom_xwrsw_111987_s.jpg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_ftxxz_111898_s.jpg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_mhvhw_111915_s.jpg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_lp97l_111897_s.jpg)
![](/assets/news/27062024/cakaplahcom_kfrmk_111986_s.jpg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_ftxxz_111898_s.jpg)
![](/assets/news/24062024/cakaplahcom_wkw6u_111872_s.jpeg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_mhvhw_111915_s.jpg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_lp97l_111897_s.jpg)
![](/assets/news/21062024/cakaplahcom_jcyzy_111786_s.jpeg)
![](/assets/news/26062024/cakaplahcom_futs7_111946_s.jpeg)
![](/assets/news/27062024/cakaplahcom_kfrmk_111986_s.jpg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_brgex_111916_s.jpeg)
![](/assets/news/27062024/cakaplahcom_bntfm_111988_s.jpg)
![](/assets/news/01072024/cakaplahcom_dujfc_112139_s.jpg)
![](/assets/news/01072024/cakaplahcom_xqejp_112130_s.jpg)
![](/assets/news/01072024/cakaplahcom_5vne8_112136_s.jpg)
![](/assets/news/19062024/cakaplahcom_rssjt_111719_s.jpeg)
![](/assets/news/21062024/cakaplahcom_k7jhf_111795_s.jpeg)
![](/assets/news/01072024/cakaplahcom_a2kul_112138_s.jpg)
![](/assets/news/26062024/cakaplahcom_yegeb_111935_s.jpeg)
![](/assets/news/30062024/cakaplahcom_ufvar_112086_s.jpeg)
![](/assets/news/01072024/cakaplahcom_wjcnk_112133_s.jpg)
![](/assets/news/01072024/cakaplahcom_epzp3_112120_s.jpg)
![](/assets/news/20062024/cakaplahcom_7ttcx_111726_s.jpg)
![](/assets/news/26062024/cakaplahcom_dwwpa_111947_s.jpg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_xfhh5_111890_s.jpeg)
![](/assets/news/26062024/cakaplahcom_uyexp_111955_s.jpg)
![](/assets/news/24062024/cakaplahcom_cvqq3_111855_s.jpeg)
![](/assets/news/05062024/cakaplahcom_tfrdt_111235_s.jpg)
![](/assets/news/28062024/cakaplahcom_tzbsf_112028_s.jpeg)
![](/assets/news/01072024/cakaplahcom_67f4n_112129_s.jpg)
![](/assets/news/25062024/cakaplahcom_cfrt9_111908_s.jpg)
![](/assets/news/24062024/cakaplahcom_7uvb2_111862_s.jpg)
![](/assets/news/11062024/cakaplahcom_cyyue_111429_s.jpg)
![cakaplah-mpr.jpeg](/assets/cakaplah-mpr.jpeg)
![](/assets/article/26102023/cakaplahcom_vh89x_13771_m.jpg)
![AMSI AMSI](/assets/ads/21122017/wwwcakaplahcom_cakaplah_6reuq_191.jpg)
![](/assets/article/07112023/cakaplahcom_axzq2_13880_m.jpg)
![](/assets/article/01072024/cakaplahcom_ajfl8_15491_m.jpg)
![](/assets/article/07062024/cakaplahcom_qnr3m_15371_m.jpg)
![](/assets/article/09032023/cakaplah_tfexa_12016_m.jpg)
![](/assets/article/21062024/cakaplahcom_wdv62_15458_m.jpg)
![](/assets/article/29052024/cakaplahcom_lqdmj_15338_m.jpg)
![](/assets/article/01072024/cakaplahcom_qlz5b_15487_m.jpeg)
![](/assets/article/08052023/cakaplah_p3fmx_12440_m.jpg)
![](/assets/article/27062024/cakaplahcom_bmmke_15477_m.jpg)
![LW 2 LW 2](/assets/ads/30052024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_wzhwb_1878.jpg)
01
02
03
04
05
![Iklan CAKAPLAH Iklan CAKAPLAH](/assets/ads/17052023/wwwcakaplahcom_cakaplah_sru38_1609.jpg)
![HUT Pekanbaru Ke-240 - Bank Raya HUT Pekanbaru Ke-240 - Bank Raya](/assets/ads/24062024/wwwcakaplahcom_cakaplahcom_smzx8_1903.jpg)
![](/assets/article/10102019/cakaplah_nd9er_2896_m.jpg)
![](/assets/article/14082023/cakaplahcom_z9wae_13225_m.jpg)
![](/assets/article/10062024/cakaplahcom_kvvet_15396_m.jpg)