Ilustrasi.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Manager Advokasi Fitra Riau, Taufik mencatat sepanjang tahun 2017-2021, pasca hari anti korupsi 2016, Provinsi Riau dan kabupaten/kota belum melakukan pembenahan terhadap sistem tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini dapat dilihat masih ditemukan daerah kabupaten/kota yang berurusan dengan KPK.
Salah satunya kasus multiyears Kabupaten Bengkalis yang diungkap tahun 2018 dan sudah memutuskan mantan Bupati Bengkalis dan Sekda Dumai bersalah. Kasus suap DAK yang dilakukan oleh mantan Walikota Dumai Zulkifli AS, dan juga kasus Jembatan Water Front City di Kabupaten Kampar yang saat ini sedang proses pengembangan.
"Fitra Riau menilai apa yang terjadi di Kabupaten Kuatan Singingi, menjadi intropeksi kembali dan perlu memetakan bagaimana komitmen kepala daerah di Riau terhadap isu pemberantasan korupsi. Dilihat dari tracking visi dan misinya kepala daerah yang ikut berkontestasi di Pilkada tahun 2020 kemarin, banyak menyinggung untuk mewujudkan manajemen birokrasi yang bersih. Akan tetapi, fakta dan realitanya misi tersebut juga belum sejalan dengan mental kepala daerah tersebut. Contohnya misi Bupati Kabupaten Kuansing," ungkap Taufik.
Taufik menambahkan, seharusnya, tidak ada bentuk apresiasi yang harus dikumandangkan atau disampaikan kepada tim KPK yang sudah berhasil melakukan OTT tersebut. Justru sikap sebagai publik di Riau harus bersedih bercampur marah dan bersikap berlapang dada.
Bahwa di Riau, pasca HAKI 2016 yang diselenggarakan tidak berhasil membuat para pejabat untuk bertobat, bermawas diri dalam memperbaiki sikap dan mentalnya sebagai pemegang amanah publik.
Fitra sesungguhnya menyayangkan peristiwa yang terjadi pada Bupati Andi Putra, akan tetapi euforia kesedihan itu harus bercampur marah dan kecewa, karena katanya, baru beberapa bulan saja dilantik Bupati tersebut sudah menunjukkan belangnya.
"Selain itu, KPK telah banyak melakukan upaya-upaya pencegahan mulai dari pendampingan yang dilakukan oleh Korupsi KPK terkait dengan koordinasi, monitoring dan supervisi pecegahan korupsi. Tetapi upaya itu tidak tanggapi dengan serius oleh masing-masing kepala daerah dan anehnya terpental begitu saja," ketusnya.
Taufik menjelaskan, dulunya ada dorongan perbaikan, salah satunya menciptakan pemerintah yang terbuka dalam pelayanan dan penyelenggaraan. Misalnya Provinsi Riau dorongan perbaikan itu sudah sampai pada tahap pelaksanaan yang dituangkan dalam Keputusan SK Gubernur Tahun 2018, tapi sayangnya mandat SK itu hanya tertuang dalam narasi saja, tidak ada evaluasi dan keberlanjutan yang dilakukan oleh gubenur saat ini.
"Jikalau upaya pencegahan itu dilakukan secara maksimal dan gubernur menjaring komitmen para bupati dan walikota, pastinya hal ini dapat meminimalisir permasalahan korupsi jika saja hati untuk membangun daerah ada," cakapnya lagi.
Taufik juga menyinggung komitmen Andi Putra sebagai Bupati Kuansing yang dinilainya palsu semata.
"Andi Putra yang baru dilantik Februari lalu telah menujukan sikap tamak dan ingkar atas janji yang disampaikan pada waktu pelantikan. Padahal sudah diikrarkan di atas kitab suci Alquran, sewajibnya hal itu telah membuat luka bagi masyarakat kabupaten Kuansing, khusunya bagi simpatisan dan pendukung beliau," sebutnya.
Andi Putra juga dikenal sebelum menjadi bupati merupakan mantan politisi Golkar yang bekerja sebagai anggota DPRD Kabupaten Kuansing. Untuk itu, Fitra menilai seharusnya dia memahami bagaimana objek kegelisahan dan kondisi masyarakat Kuansing yang harus diperjuangkannya, mulai dari permasalahan pengentasan kemiskinan, perbaikan layanan pendidikan dan kesehatan serta penanggulangan kemiskinan.
Berdasarkan catatan Fitra, sambung Taufik, dilihat dari data jumlah kemiskinan, untuk Update TA 2020 data BPS, Kabupaten Kuansing memiliki jumlah kemiskinan sebesar 29,34 jiwa atau dengan persentase 8.91%. Sedangkan untuk tingkat pengganguran terbuka Kabupaten Kuansing memiliki persentase sebesar 68,28% setelah Kabupaten Bengkalis dan Pekanbaru.
"Seharusnya Bupati Andi Putra fokus dalam menjalankan misi dan visinya, bukan terlibat dalam mencari kepentingan, apalagi slogan yang dikembangkan beliau adalah Kuantan Singingi Negeri Bermarwah," ungkap Taufik lagi.
Apa yang dilakukan KPK, sambung Taufik, sebagai upaya bentuk monitoring pengawasan yang dilakukan oleh lembaga itu. Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK mungkin saja sudah ada tanda-tanda peringatan. Untuk itu warga Kunsing harus bisa menerima ini dengan lapang dada dan jadikan momentum OTT ini berbenah dan memperbaiki apa yang selama ini telah terjadi.
"Dalam tiga bulan ini sudah ada beberapa fenomena yang terjadi di Kuansing, mulai pengungkapan kasus rasuah yang melibatkan mantan Bupati Mursini oleh kejaksaan, penangkapan mantan Kepala Dinas ESDM Provinsi Riau yang sebelumnya beliau merupakan pejabat di Pemda Kuansing, dan telah dipanggilnya beberapa pejabat dalam saksi korupsi di lingkungan Kabupaten Kuansing oleh Kejaksaan Negeri," tukasnya.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Hukum, Riau |